SASTRA
PERIODE TAHUN ‘45
Sastra
periode tahun 1945 masa perkembangan sastra Indonesia dari tahun 1945 sampai
sekitar tahun 1950. Periode 1945 dibedakan atas dua corak, yaitu :
1. Angkatan
45 , dan
2. Sastra
diluar angkatan 45
Sastra
di luar angkatan 45 meliputi kegiatan sastra para pengarang angkatan-angkatan
sebelumnya yang tetap menulis pada sekitar 1945, seperti Nur Sutan Iskandar,
Sutan Takdir Alisjahbana dan lain-lain.
A. Pengertian
Angkatan 45 dan Sikap Pengarang terhadap Istilah Angkatan 45
1. Angkatan
45 memiliki dua pengertian yaitu (1) pengertian dalam bidang polotik dan (2)
pengertian dalam bidang sastra seni. Nama angkatan 45 sebenarnya baru terkenal
mulai tahun 1949 pada waktu Rosihan Anwar untuk pertama kalinya melansir
istilah Angkatan 45 dalam suatu uraiannya dalam Majalah Siasat tanggal 9
Januari 1949. Sebelum itu istilah-istilah yang dipakai bermacam-macam yaitu
Angkatan Kemerdekaan, Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Sesudah Perang,
Angkatan Pembebasan, Generasi
Gelanggang, Angkatan Bambu Runcing, dan sebagainya. Yang mempertegas kehadiran
Angkatan 45 serta kedudukan penyair dan sastrawan pendukungnya ialah H.B.
Jassin.
2. Perbandingan
dengan Pujangga Baru
·
Sastra pujangga baru terlalu retorik,
yakni menekankan pentingnya persamaan bunyi, irama dan pembakuan bentuk ;
sedang angkatan 45 lebih mengutamakan isi, bentuk, kepaduan bahasa dan pikiran,
Dengan memasukan
kata-kata kasar dank keras, namun tepat dan berfungsi Angkatan 45 jelas menolak
konsep bahasa nan indah ala Romantik Pujangga Baru.
·
Cakrawala pengaruh mereka cari bukan
sebatas sastra Belanda yang dipelajai di sekolah-sekolah menengah tetapi lebih
luas ke sastra-sastra dunia yang lain. Kesungguhan mempelajari sastra dunia ini
didorong oleh keinginan hendak menyempurnakan diri dalam teknik dan isi kesusastraan.
Kesusastraan dalam bahasa inggris menjadi bacaan utama , menggantikan
kesusastraan dalam bahasa Belandayang menjai bacaan utama kaum Pujangga Baru.
3. Sikap
Para Pengarang terhadap Istilah Angkatan 45
Mochtar Lubis, Pramoedya Ananta Toer dan
Sitor Situmorang termasuk pengarang yang menerima penggunaan istilah Angkatan
45, sedangkan Asrul Sani dan beberapa pengarang lagi termasuk yang keberatan
terhadap istilah angkatan 45. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh mereka yang
tidak setuju dengan istilah itu ialah sebagai berikut.
·
Tahun 1949 yaitu tahun Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, tidak sepenuhnya
berhubungan dengan hal-hal yang mulia dan yang baik , karena pada tahun
itu juga terjadi pembunuhan dan penculikan pada kedua pihak yang bertempur.
Dengan demikian penamaan angkatan dengan tahun 1945 dapat juga mengingatkan
kita pada hal-hal yang keji dan kotor.
·
Angkatan tahun , yaitu 1945 adalah suatu
kesatuan waktu yang sangat singkat dan
relative terlalu fana sehingga penamaan dengan tahun 1945 itu akan dengan cepat
menimbulkan sifat kekolotan beberapa tahun kemudian.
Sebaliknya
mereka yang setuju dengan istilah angkatan 1945 membantah alas an-alasan
tersebut. Diantaranya :
·
Dikatakan bahwa dalam menilai sesuatu
peristiwa kita harus dapat membedakan yang membedakan yang pokok dengan yang
tidak. Pembunuhan dan penculikan adalah soal kecil jika dibandingkan dengan
masalah perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan suatu bangsa.
Kemerdekaan adalah syarat mutlak bagi perkembangan kebudayaan suatu bangsa ,
termasuk perkembangan angkatan dengan nama tahun 1945 tetap memiliki nilai
luhur , tidak perlu harus dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang rendah.
·
Sebenarnya, tidak hanya penamaan yang
menggunakan angka tahun yang mudah menimbulkan sifat kekolotan , tetapi
penamaan akan menjadi bersifat kolot apabila sudah timbul angkatan atau
generasi yang baru.
B. Perbedaan
Angkatan 45 dengan Angkatan Pujangga Baru.
1. Pendapat
A. Teeuw
Teeuw
berpendapat bahwa perbedaan asasi antara Angkatan 45 dengan Pujangga Baru dan perbedssn
itu berupa sifat Universal yang terdapat pada Angkatan 45. Dikatakan bahwa
“Mereka adala manusia internasional yang
modern dan mereka memperlihatkan yang demikian itu dalam rupa
Indonesianya, tetapi hal ini soal kedua” (1953:172).
2. Pendapat
H.B. Jassin
Menurut
Jassin , perbedaan antara Pujangga Baru dengan Angkatan 45 terutama terletak
dalam dua hal, yaitu :
·
Gaya
Perbedaan pandangan hidup, mereka
memiliki persamaan dalam gaya,yaitu ekspresi yang mendarah daging. Gaya
ekspresi bersifat lontaran pernyataan jiwa yang serta merta.
·
Konsepsi
Angkatan
45 memiliki konsepsi yang jelas, yaitu humanisme universal. Konsepsi ini
memandang manusia dalam wujud hakikatnya, memandang manusia atas dasar
sifat-sifatnya yang umum,tanpa membedakan jenis kelamin, usia, dan sebagainya.
Konsepsi ini jelas sekali tercantum pada pernyataan mereka yang bernama Surat
Kepercayaan Gelanggang.
3. Pendapat
dan Keterangan dari beberapa Pengarang Angkatan 45 tentang Pujangga Baru
1) Rivai
Apin
Berpendapat bahwa
Pujanga Baru dalam memandang alam mudah berteriak pura-pura dengan kata seru.
Rivai memandang alam itu sebagai sesuatu yang diterimanya seperti menerima
adanya dirinya sendiri.
2) Asrul
Sani
Pujangga Baru mencoba
memperoleh keindahan karangan dengan segala bunga kata dan terlalu banyak
menggunakan beelspraak (kata perbandingan)
3) Sitor
Situmorang
Berpedapat “pandangan
dan tenaga mencipta kebudayaan Pujangga Baru terikat pada zamannya, zaman
sebelum Perang Dunia II di zaman penjajahan dengan zat-zat penjajah.
4. Pendapat
dan Keterangan dari Pengarang Pujangga Baru
Armijn
Pane mengaggap bahwa antarakeduanya tidak ada perbedaan asasi. Sutan Takdir
Alisjahbana menentang keras suatu anggapan , bahwa antara kedua angkatan itu
ada perbedaan yang tajam. Sikap STA ini dibuktikan dengan usahanya menerbitkan
kembali majalah Pujangga Baru pada tahun 1948 dan pada tahun 1954 berhenti
terbit selama-lamanya. Jassin memberikan pendapat bahwa antara Angkatan
Pujangga Baru dan Angkatan 45 sesungguhnya tidak ada pertentangan haya ada
perbedaan itu sangat nyata beralasan perlainan rasa hidup.
5. Perbedaan–perbedaan
konsep seni Angkatan 45
·
Chairil Anwar : dalam surat kepercayaan
gelanggang itu tidak terdapat konsep Chairil Anwar tentang tenaga hidup
(vitalitas) yang harus ada pada setiap karya seni. Juga intensitas pandangan
yang tidak puas hanya dengan melihat foto biasa, tetapi harus menembus kulit
dan tulang. Inti , hakikat dan makna yang sebenarnya itulah yang dipentingkan
dalam karya seni dan bukan hanya yang terlihat di permukaan.
·
Mochtar Lubis : bagi kita dalam
perkataan human dignity itu tersimpul semua yang hendak kita perjuangkan.
·
Asrul Sani : yang penting ialah tidak
menyerah kalah. Tidak akan terdapat hasil yang mengagumkan tanpa kesunyian.
Mereka yang tidak mau mengalah akan makin merasa sunyi. Kita hidup diatas tanah
gersang dimana setiap nilai yang kita
taburkan tidak tumbuh sebagai pepohonan yang kita kehendaki, tetapi sebagai
semak belukar inipun kalau ia mau tumbuh. Didasar segalanya itu hanya kejujuran
dan kejujuran ini di dunia tidak dapat tiada akan membawa kesunyian.
·
Pramoedya Ananta Toer : mengapa kita
harus mati seorang diri, lahir seorang diri pula?
C. Surat
Kepercayaan Gelanggang
Surat
Kepercayaan Gelanggang merupakan sikap dan pendirian Angkatan 45, walaupun
pernyataan itu dibuat pada tanggal 18 Februari 1950 dan baru disiarkan dalam
majalah Siasat pimpinan Rosihan Anwar pada tanggal 22 Oktober 1950. Setahun sesudah
Chairil Anwar meninggal ( 28 April 1949 )
Surat
Kepercayaan Gelanggang adalah pernyataan sikap perkumpulan “Gelanggang Seniman
Merdeka”, suatu perkumpulan yang didirikan pada tahun 1947 yang didalamnya
selain ada pengarang , juga berkumpul pelukis-pelukis musikus dan seniman lain.
Isi
selengkapnya Surat Gelanggang
Kami
adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami
teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan
pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur baur dari mana dunia-dunia
baru yang sehat dapat dilahirkan.
Keindonesiaan
kami semata-mata karena kulit kami sawo matang, rambut kami yang hitam atau
tulang pelipis kami yang menjorok kedepan, tapi lebih banyak oleh apa yang
diutarakan oleh wujud pernyataan hati pikiran kami. Kami tidak memberikan
sesuatu kata-ikatan untuk kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat kepada
melaplap hasil kebudayaan lama samapi berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi
kami memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan
Indonesia ditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai ransangan suara yang
disebabkan oleh suara-suara yang dilontarkan dari segala sudut dunia dan yang
kemudian dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang
segala usaha-usaha yang mempersempit dan menghalangi tidak betulnya pemeriksaan
ukuran nilai.
Revolusi
bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yang harus
dihancurkan. Demikian kami berpendapat, bahwa revolusi ditanah air kami sendiri
belum selesai.
Dalam
penemuan kami, kami mungkin tidak selalu asli, yang pokok ditemui itu ialah
manusia. Dalam cara mencari,membahas, dan menelaah kami membawa sifat sendiri.
Penghargaan
kami terhadap keadaan keliling (masyarakat) adalah penghargaan orang-orang yang
mengetahui adanya saling pengaruh antara masyarakat dan seniman.
Jakarta,
18 Februari 1950
Isi
pokok Surat Kepercayaan Gelanggang tersebut adalah :
1) Angkatan
45 memandang dirinya sebagai ahli waris kebudayaan dunia dan akan diteruskan
kebudayaan itu menurut cara mereka sendiri.
2) Keindonesiaan
mereka hanya dapat dikenal dari wujud pernyataan hati dan pikiran mereka, bukan
dari bentuk-bentuk lahirnya.
3) Kebudayaan
Indonesia Baru tidak semata-mata berdasarkan kebudayaan Indonesia lama, tetapi
ditetapkan dari ramuan hasil kebudayaan yang datang dari segenap penjuru dunia,
yang kemudian dilontarkan kembali dalam wujud ciptaan menurut kehendak mereka.
4) Revolusi
bagi mereka adalah penempatan nilai-nilai baru diatas nilai-nilai lama yang
sudah usang yang harus dihancurkan.
5) Mereka
berpendapat bahwa antara masyarakat dan seniman terjadi saling memengaruhi.
Boleh jadi benar pendapat Maman S.
Mahayana dalam artikel “Di Balik Surat Kepercayaan Gelanggang” (Mahayana,
2005:452-456) bahwa publikasi Surat Kepercayaan Gelanggang itu dimaksudkan
sebagai reaksi terhadap publikasi Mukadimah Lekra yang dicetuskan pada 17
Agustus 1950. Kemungkinan itu dapat dipahami berdasarkan perbedaan ideologi
atau dasar pijakannya. Surat Kepercayaan Gelanggang berpijak pada humanism
universal atau kemanusiaan sejagat, sedangkan Lekra secara tegas hendak
melaksanakan realisme sosialis yang bersumber pada komunisme.
Tujuan perkumpulan Gelanggang Seniman
Merdeka adalah mempertanggung jawabkan penjadian bangsa, mempertahankan dan
mempersubur cita-cita yang lahir dari pergolakan pikiran dan roh, serta
memasukan cita-cita dan dasar itu dalam segala kegiatan. Setelah pengakuan
kedaulatan Republik Indonesia kesadaan itu dipertegas lagi dan disiarkan dalam
Siasat tanggal 22 Oktober 1950.
D. Para
Pengarang Angkatan 45
1. Chairil
Anwar
Chairil Anwar telah
menghasilkan 94 tulisan , yang terdiri atas 70 puisi asli, 4 puisi saduran , 10
puisi terjemahan, 6 prosa asli, dan prosa terjemahan.
a) Vitalitas
Chairil Anwar
Vitalitas
berarti kemampuan hidup penuh dengan semangat. Seorang vitalis berarti seorang
yang memiliki semangat atau nafsu hidup yang meluap-luap. Vitalitas Chairil
Anwar merupakan semangat hidup yang berusaha hendak mengisi eksistensi hidup
ini dengan sepenuh-penuhnya dan mempertanggungjawabkan hidup dengan penuh
kesadaran.
b) Individualisme
Chairil Anwar
Individualisme
Chairil Anwar bukan individualism yang egoistis atau uber mens melainkan
berpangkal pada sikap hidup yang eksistensialitis.
c) Pandangan
Chairil Anwar tentang Ilham dan Keindahan
Menurut
Chairil seni adalah harmoni antara ilham dan pikiran. Tetang keindahan, Chairil
berpendapat bahwa keindahan harus berpangkal pada vitalitas, pada hidup dan
nafsu hidup.
d) Masalah
bentuk dan isi
Jadi
yang penting menurut Chairil “si seniman dengan caranya menyatakan harus
memastikan tentang tenaga perasaan-perasaan”, yang dengan bahan bahasa yang
ipakai secara intutif.
2. Asrul
Sani
Asrul
Sani adalah seorang penyair Angkatan 45 yang berusaha menghindari masalah
angkatan dan tidak setuju dengan semboyang-semboyang yang sering digunakan oleh
pengarang Angkatan 45 yang lain. Asrul Sani yang dilahirkan di Sumatra Barat,
10 Juni 1926, adalah seorang dokter hewan yang dalam dunia sastra bergerak
dalam berbagai bidang. Ia banyak menulis esai, cerpen,puisi,kritik,terjemahan
juga menyutradarai drama dan membuat film.
3. Rivai
Apin
Lahir
pada tanggal 30 Agustus 1927 di Padangpanjang itu telah banyak menulis puisi
sejak masih di sekolah menengah. Ia bergerak dalam bidang lain yang cukup banyak
: menulis cerpen, esai,kritik, terjemahan, dan scenario film. Rivai Apin
terkenal sebagai seorang nihilis emosional.
4. Idrus
Idrus
sering disebut sebagai pelopor Angkatan 45 di bidang prosa. Idrus menulis novel
Perempuan dan Kebangsaan. Cerpen Idrus yang pernah dimuat dalam majalah
“Riwayat Jatuhnya Seorang Walikota”. Dua bukunya yang terbit di Kuala Lumpur
yaitu Dengan Mata Terbuka (1961), kumpulan cerpen Hati Nurani Manusia (1963).
Idrus lahir di Padang 21 September 1921. Kumpulan karangannya berjudul Dari Ave
Maria ke Jalan Lain ke Roma ; Aki (novel) dan Perempuan Kebangsaan (novel),
drama Keluarga Surono (1948), esai Angkatan 66 dan cerpen-cerpennya.
5. Paramoedya
Ananta Toer
Lahir
di Blora 2 Februari 1925. Karangan yang pertama-tama diterbitkan berjudul
Kranji dan Bekasi Jatuh (1947), cerpen Blora, novel Perburuan (1950), kumpulan
cerpen Subuh, kumpulan cerpen Cerita dari Blora (1952), Dia yang Menyerah,
Hadiah Kawin, dan Anak Haram, Percikan Revolusi (1950),kumpulan cerpen Di Tepi Kali Bekasi (1950), Mereka yang
dilumpuhkan, Bukan Pasar Malam (1951) dan masih banyak yang lainnya.
6. Mochtar
Lubis
Lahir
di Padang 7 Maret 1922. Ia lebih dikenal sebagai wartawan surat kabar yang
dipimpinnya bernama Indonesia Raya namun akhirnya dilarang terbit. Ia juga
menulis buku berjudul Perlawatan ke Amerika Serikat (1951), Perkenalan di Asia
Tenggara (1951), Catatan Korea (1951), dan Indonesia (1955), kumpulan cerpen Si
Jamal (1950), Perempuan (1956), Kebun Pohon Kastanye, novel singkat Tidak Ada
Esok dan Jalan Tak Ada Ujung
7. Sitor
Situmorang
Lahir
di Harianboho, Tapanuli 21 Oktober 1924, ia bergerak dibidang sastra pada tahun
1949. Kumpulan puisi Sitor yang pertama berjudul Surat Kertas Hijau (1954).
Dari 33 puisi yang terdapat di dalamnya ada 6 puisi berbentuk sonata. Kumpulan
puisi kedua berjudul Dalam Sajak (1955), kumpulan puisi yang ketiga berjudul
Wajah Tak Bernama (1956). Kumpulan cerpen yang pertama berjudul Pertempuran dan
Salju di Paris (1956), kumpulan cerpen yang kedua berjudul Pangeran (1963).
Kumpulan esainya yang terbit pada 1975 berjudul Sastra Revolusioner. Kumpulan
drama yang berjudul Jalan Mutiara (1954).
8. Achdiat
Karta Mihardja
Ia dilahirkan pada
tanggal 6 Maret 1911 di Cibatu Jawa Barat. Namanya dikenal sesudah ia
menerbitkan novel berjudul Atheis terbit
pada tahun 1949.
E. Pengarang-Pengarang
Angkatan 45 yang Lain
1. Utuy
Tatang Sontani
Novelnya
antara lain Tambera, bebrapa karangan dramanya antara lain Bunga Rumah Makan
(1948), Awal dan Mira (1951), dan masih
banyak yang lainnya.
2. Trisno
Sumarjo
Ia
pernah menerbitkan majalah Seniman (1947) di Sala bersama dengan pelukis S.
Sudjono. Beberapa karyanya antara lain Daun kering (1963) kumpulan cerpen,
Wajah-Wajah yang Berubah (1968) kumpulan cerpen, Keranda Ibu (1963), Kata Hati
dan Perbuatan (1952)dan masih banyak lagi.
3. Aoh
K. Hadimadja
Lahir
di Bandung 15 September 1911, ia sering
menggunakan nama samara Karlan Hadi. Karangan-karangannya ada Zahra (1962),
Pecahan Ratna, Di bawah Kaki Kebesaranmu, Lakbok dan masih banyak yang lainnya
4. M.
Balfas
Ia
lahir tanggal 25 Desember 1922 di Jakarta dan terkenal sebagai pengarang prosa,
kumpulan cerpennya yang diterbitkan berjudul Lingkaran-Lingkaran Retak (1952).
5. Rusman
Sutiasumarga
Ia
lahir di Subang 5 Juli 1917. Kumpulan cerpennya yang berjudul Yang Terempas dan
Yang Terkandas, Korban Romantik (1964), dan Kalung (1964).
6. Mh.
Rustandi Kartakusuma
Ia
lahir tanggal 21 Juli 1921 di Ciamis karangannya berupa drama, puisi, cerpen,
terutama esai. Prabu dan Puteri (1950), Rekaman dari Tujuh Daerah (1951), Merah
Semua Putih Semua (1961).
7. M.
Ali
Ia sering dijuluki
sebagai pengarang Lapar karena sebuah drama radionya yang terkenal berjudul
“Lapar”. Ia menulis novel yaitu 5 Tragedi (19540, Siksa dan Bayangan (1955),
dan lain sebagainya
DAFTAR
PUSTAKA
Sarwadi.2004.Sejarah Sastra Indonesia Modern.Yogyakarta.Gama
Media.
Sumadjo,Jacob.1992.Lintas Sastra Indonesia Modern.Bandung.Citra
Aditya Bakti.
K.S,Yudiono.2007.Pengantar Sejarah Sastra Indonesia.Jakarta.Grasindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar