Kamis, 07 Mei 2015

analisis novel sitti nurbaya



Sinopsis Novel Sitti Nurbaya
                        Samsulbahri dan Sitti Nurbaya merupakan dua orang sahabat mereka bukan hanya teman biasa namun sudah seperti saudara kemanapun Sitti Nurbaya berada disitu pasti ada Samsulbahri. Ayah Nurbaya bernama Baginda Sulaiman seorang saudagar kaya yang sangat sukses dan disegani. Ibu Nurbaya meninggal sejak masih anak-anak. Sedangkan Samsulbahri ayahnya bernama Sutan Mahmud seorang penghulu di Padang dan ibunya bernama Sitti Maryam. Samsulbahri melanjutkan sekolah di Jakarta dan Nurbaya dan Samsu terpisah jarak dan waktu.
            Bisnis Baginda Sulaiman sangat pesat namun karena Datuk Maringgih yang kejam tidak ingin usahanya disaingi oleh Sulaiman maka ia melakukan berbagai cara agar bisnis Sulaiman bangkrut. Datuk Maringgih menyuruh pendekarnya agar membakar toko-toko Sulaiman, menghasut langganan Baginda Sulaiman, kebun-kebunya diberi obat agar buahnya membusuk dan menenggelamkan kapal-kapal milik Baginda Sulaiman. Usahanya berhasil Baginda Sulaiman jatuh miskin. Datuk Maringgih berpura-pura meminjami uang Baginda Sulaiman saat ia jatuh miskin namun saat Datuk Maringgih menagih utang pada Baginda Sulaiman, ia tidak bias membayar dan Sitti Nurbaya dijadikan istri muda oleh Datuk Maringgih.
            Nurbaya menangis menghadapi kenyataan yang ada dan dengan terpaksa Sitti Nurbaya bersedia dinikahi oleh Datuk Maringgih. Samsulbahri yang berada di Jakarta mendengar kabar tersebut karena dikirimi surat oleh Nurbaya sedih menerima kenyataan yang ada. Samsu pulang ke Padang terjadi keributan yang sangat besar kemudian ia diusir oleh ayahnya sendiri dan tidak menganggapnya lagi ia kembali lagi ke Jakarta. Nurbaya kehilangan ayahnya karena ayahnya telah sakit-sakitan dan terjatuh saat menghampiri Nurbaya.   
Pada suatu ketika Sitti Nurbaya pergi ke Jakarta bersama pak Ali untuk menemui Samsu namun ia di fitnah oleh datuk Maringgih telah melarikan harta bendanya namun semua itu salah. Sitti nurbaya meninggal saat setelah membeli lemang dan ia memakannya bersama Alimah namun Alimah tidak beselera makan. Mendengar kabar itu ibunda Samsu juga kaget mendengar berita itu akhirnya ia pun meninggal. Samsu mengetahui kabar tersebut dari surat yang dikirimkan oleh ayahnya. Samsu berusaha bunuh diri dengan cara apapun namun semua itu gagal. Ia kemudian menjadi opsir Belanda dan melawan bangsanya sendiri ia mengganti namanya menjadi Mas dengan gelarnya Letnan Mas setelah sepuluh tahun kemudian. Letnan Mas bersama pasukannya diutus untuk menghadapi huru hara di Padang.
Pada suatu ketika ia ditugaskan untuk pergi ke Padang ia menyerbu kota Padang bersama pasukannya, namun sebelum bertempur Letnan Mas pergi menggunjungi makam Sitti Nurbaya, Ibunya dan Baginda Sulaiman karena makam mereka yang berdekatan. Saat peperangan berlangsung ia bertemu dengan Datuk Maringgih , mereka saling serang Letnan Mas menembak Datuk Maringgih dan Datuk Maringgih membacok Samsulbahri atau Letnan Mas dengan parangnya mereka pun jatuh tersungkur.
Samsulbahri atau Letnan Mas segera dilarikan ke rumah sakit, pada saat di rumah sakit , sebelum ia meninggal agar dipertemukan dengan ayahnya untuk memberitahunya tetang semuanya karena sebenranya ia belum meninggal saat di Jakarta. Samsu berpesan agar ia dimakamkan di antara Sitti Nurbaya dan Ibundanya. Setelah meningal ayahnya sangat menyesal atas apa yang ia lakukan kepada sang anak. Permintaan Samsu itu dikabulkan ia di makamkan di antara Ibundanya dan Nurbaya. Tidak berselang lama ayahnya meninggal karena rasa sedih dan menyesalnya atas apa yang ia lakukan kepada sang anak.










Unsur Intrinsik
A.    Tema
Tema dalam novel Sitti Nurbaya adalah kisah cinta dua orang manusia yang terpisah jarak dan waktu.
B.     Tokoh dan Penokohan
1.      Tokoh utama:
a.       Sitti Nurbaya : baik, sopan, tertib, rela berkorban demi ayahnya, cerdik dan pandai.
“…. Oleh sebab ia anak seorang yang kaya dan karena ia cerdik dan pandai”
2.      Tokoh tambahan utama:
a.       Samsulbahri  : pandai, baik, bijak, rela berkorban, sopan dan santun.
“… ia bukannya seorang anak yang pandai saja, tingkah lakunya pun baik tertib dan sopan santun , serta halus budinya….”
3.      Tokoh tambahan tidak utama
a.       Datuk Maringgih (tokoh antagonis) : culas, moralnya bobrok, serakah, jahat, kikir.
“…. Ia amat sangat kikir…”
b.      Sutan Mahmud (tokoh protagonis) :baik, adil, terlalu cepat mengambil keputusan.
“..tingkah lakunya pun baik, penyayang kepada anak buahnya adil dan lurus dalam pekerjaannya”
c.       Sitti Maryam (tokoh protagonis): penyayang, baik hati.
“…dibujuklah Samsulbahri oleh ibunya dengan beberapa perkataan yang manis-manis , supaya jangan dimasukan kedalam hatinya,…”
d.      Baginda Sulaiman (tokoh protagonis) : sopan adil, pasrah akan nasib.
e.       Arifin : suka tidur, setiakawan,jahil
“…sebab aku memang seorang yang suka tidur…”
f.       Baktiar : suka makan, dapat dipercaya, setiakawan, ikut campur urusan orang lain.
“…kalau aku, barang kali ku makan buah itu , kata Bakhtiar mencampuri perbincangan ini.
g.      Alimah : bijaksana, baik hati
h.      Pak Ali : baik hati,jujur
“pada air mukanya nyata kelihatan,bahwa ia seorag yang lurus hati dan baik budi,walaupun ia tiada muda remaja lagi.
C.     Latar/ Setting:
1.      Latar tempat :
a.       Sekolah : “…sekolah Belanda di pasar ambacang di padang….”
b.      Di rumah : “…tatkala ia sampai ke dalam rumahnya..”
c.       Kantor pos : “….sampailah kedua mereka di kantor pos..”
d.      Taman/kebun bunga : “.. kelihatan lah olehnya Samsu masuk ke dalam suatu kebun bunga..”
e.       Tempat pemakaman: “….berjalanlah kedua mereka itu dari sana dan sunyilah makam itu.”
f.       Teluk Bayur : “…..Letnan Mas ke Pelabuhan Teluk Bayur..”
g.      Jakarta : “ia mau membawa engkau ke Jakarta…”
h.      Padang : “…setelah sampailah bala tentara itu ke tangsi Padang….”
2.      Latar waktu :
a.       Pukul satu siang : “…. pukul satu siang kelihatan dua anak muda….”
b.      Setengah dua siang : “ … sudah setengah dua..”
c.       Petang : “…kira-kira pukul setengah tujuh petang berebut senja..”
d.      Malam : “…malam hampir datang…”
3.      Latar suasana :
a.       Sunyi : “.....seperti tempat yang sunyi senyap…”
b.      Sedih : “.. sebab kabar itu rupanya sangat menyedihkan hainya.”
c.       Panik : “…ributlah ia menyuruh cari kesana kemari , tetapi tiadalah bertemu …”
4.      Latar sosial budaya :
Latar sosial budaya yang terdapat pada novel Sitti Nurbaya adalah kehidupan masyarakat padang yang memegang teguh adat istiada mereka walaupun terpengaruh oleh Belanda.
D.    Sudut pandang :
Sudut pandang yang di gunakan pengarang dalam novel Sitti Nurbaya mengunakan sudut pandang orang ketiga pelaku utama.
E.     Alur/ Plot:
Alur yang terdapat dalam novel Sitti Nurbaya adalah alur maju. Cerita dimulai dari baginda Sulaiman masih sukses dan hanya tinggal berdua dengan Sitti Nurbaya karena ibunya telah meninggal. Datuk Maringgih yang tidak suka dengan kesuksesan Sulaiman berusaha menjatuhkan bisnis Sulaiman dengan cara apapun. Datuk Maringgih meminjami uang Baginda Sulaiman dan tidak bias membayar Sitti Nurbaya terpaksa dinikahkan dengan Datuk Maringgih. Samsulbahri mengetahui nasib Sitti Nurbaya lalu ia putus asa dan kembali ke Padang namun ia kembali lagi ke Jakarta lagi. Ia berusaha bunuh diri namun selalu gagal. Mendengar kabar Sitti Nurbaya meninggal Samsulbahri hendak membalaskan dendam kepada Datuk Maringgih dan mereka akhirnya meninggal dunia.
F.      Gaya bahasa :
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel Siiti Nurbaya menggunakan bahasa melayu yang sangat kental dan ada beberapa majas. Majas tersebut seperti : pipinya sebagai pauh dilayang, hidungnya mancung sebagai bunga telur, bibirnya halus sebagai delima merekah.
G.    Amanat :
1.      Siapapun yang berbuat jahat pasti akan mendapat balasannya.
2.      Jika ingin memutuskan sesuatu harus bepikir terlebih dahulu agar tidak menyesal.
3.      Menjadi orang tua harusnya bijaksana.

Unsur Ekstrinsik
1.      Niai moral : jika ada seseorang yang berbuat jahat kepada kita, kita tidak perlu membalasnya karena yang benar pasti akan menang.
2.      Nilai ekonomi : jika berbisnis bersalinglah dengan sehat jangan seperti Datuk Maringgih yang licik merusak bisnis orang lain.
3.      Nilai budaya : masyarakat Padang memandang bahwa wanita umur 15 tahun sudah sepantasnya dinikahkan.
4.      Nilai sosial : hubungan antara orang tua dan anak harus dijaga sebaik-baiknya.