I.
PENDAHULUAN
A. Cabang-Cabang
Ilmu Sastra
Ilmu
sastra meliputi tiga macam ilmu yaitu teori sastra,sejarah sastra dan kritik
sastra. Pesoalan-persoalan yang menjadi objek penyelidikan adalah :
1. Perkembangan
atau tmbul tenggelamnya suatu genre sastra,misalnya sejarah perkembangan
novel,cerpen,puisi dan sebagainya.
2. Periodisasi
sastra atau pembabakan waktu dalam perkembangan sastra.
3. Perkembangan
aliran-aliran yang ada pada suatu periode pada suatu angkatan.
4. Pertumbuhan
dan perkembangan gaya bahasa.
Macam ilmu sastra yang lain yaitu sastra
umum sastra khusus dan sastra perbandingan.
B. Hubungan
Timbal Balik antara Cabang-Cabang Ilmu Sastra
1. Hubungan
sejarah sastra dan teori sastra
Penyelidikan tentang
sejarah sastra banyak memerlukan bahan-bahan pengetahuan tentang teori sastra,
begitupun sebaliknya.
2. Hubungan
sejarah sastra dan kritik sastra.
Penyelidikan sejarah
sastra memrlukan bantuan juga dari kritik sastra.
3. Hubungan
kritik sastra dan teori sastra.
Hubungan kedua cabang
ilmu sastra tersebut sangat jelas. Usaha kritik sastra tidak akan berhasil
tanpa dilandasi oleh dasar-dasar tentang teori sastra.
II.
MASA PERMULAAN SASTRA INDONESIA MODERN
A. Pengertian
Sastra Indonesia Modern
1. Arti
Modern
Kata
modern pada sastra Indonesia modern dipergunakan tidak dalam pertentangan
dengan kata klasik. Bahkan sebenarnya, istilah sastra Indonesia Klasik sebagai
pertentangan dengan sastra Indonesia modern tidak ada. Kata modern dipergunakan
sekadar menunjukan betapa intensifnya pengaruh barat pada masa perkembangan dan
kehidupan kesusastraan pada masa itu.
2. Pengertian
Sastra Indonesia
Ada yang berpendapat
sebuah karya sastra dapat dinamakan dan digolongkan kedalam pengertian
kesusastraan Indonesia apabila :
1) Ditulis
buat pertama kalinya dalam bahasa Indonesia.
2) Masalah-masalah
yang dikemukakan di dalamnya haruslah masalah-masalah Indonesia.
3) Pengarangnya
harusnlah bangsa Indonesia (Soemawidagdo,1966:62).
Berdasarkan pengertian diatas ,
pengertian sasra Indonesia mencakup tiga unsure persyaratan, yaitu
bahasamasalah yang dipersoalkan dan pengarangnya. Ada pendapat lain yang
menyatakan bahwa sastra Indonesia ialah “ sastra yang aslinya ditulis dalam
bahasa Indonesia, mengingat sastra dan bahasa erat saling menjalin
”(Enre,1963:10)
Unsur pesyaratan ada dua yaitu :
1) Media
bahasanya bahasa Indonesia dan
2) Corak
isi karangannya mencerminkan sikap watak bansa Indonesia di dalam memandang
sesuatu masalah.
B. Permulaan
Sastra Indonesia Modern
Dalam
garis besar ada 4 macam pendapat ;
1. Slametmuljana
(1958-17) dalam sebuah artikelnya yang berjudul “Ke Mana Arah Perkembagan Puisi
Indonesia?”
2. Umar
Junus didalam karangannya yang berjudul “Istilah dan Masa Waktu Sastra Melayu
dan Sastra Indonesia”
3. Nugroho
Notosusanto berpendapat bahwa berbicara tentang sastra Indonesia bukan berarti
berbicara tentang bahasa Indonesia melainkan tentang sastra nasional Indonesia.
4. Pendapat
yang terakhir menyatakan bahwa sastra Indonesia modern mulai berkembang sekitar
tahun 20-an. Mereka yang berpendapat demikian itu antara lain Fachruddin Ambo
Erne, Ajip Rosidi, H.B. Jassin dan A Teuww.
III.
PERIODISASI SEJARAH SASTRA INDONESIA
MODERN
A. Masalah
Periodisasi
Ada beberapa macam
periodisasi
1. Tidak
adanya kesamaan istilah yang dipergunakan. Istilah-istilah yang biasa dipakai
misalnya angkatan, periode dan generasi.
2. Tidak
adanya kesamaan pengertian terhadap istilah-istilah tersebut. Tentang apa yang
disebut angkatan banyak perbedaan pendapat. Rumusan Pramoedya Ananta Toer
berbeda dengan rumusan Asrul Sani berbeda pula dengan rumusan Rachmat Djoko
Pradopo,Ajip Rosidi dan lain sebagainya.
3. Tidak
adanya kesamaan nama yang dipergunakan untuk menyebut suatu angkatan atau suatu
periode. Ada yang memakai angka tahun,ada yang memakai nama badan penerbit,
nama majalah, nama buku dan sebagainya.
4. Tidak
adanya kesamaan system yang dipergunakan. Ada yang menunjuk satu angka tahun,
misalnya Angkatan 20, dan ada pula yang menunjuk jangka waktu dari dua angka
tahun , mislanya periode tahun ‘20 hingga ‘30
B. Periodisasi
Sastra Indonesia Modern
Susunan suatu
periodisasi sejarah sastra Indonesia modern sebagai berikut :
A. Sastra
Melayu Lama/Klasik
B. Sastra
Indonesia Modern
I.
Periode tahun ‘20
1. Angkatan
Balai Pustaka ‘20
2. Sastra
diluar Balai Pustaka
II.
Periode tahun’30
1. Angkatan
Pujangga Baru
2. Sastra
di luar Pujangga Baru
III.
Periode ‘42
IV.
Periode tahun ‘45
1. Angkatan
‘45
2. Sastra
di luar Angkatan ‘45
V.
Periode ‘50
VI.
Periode ‘66
Angkatan 66
VII.
Periode tahun ‘70
VIII. Periode
tahun 2000
Angkatan 2000
IV.
ANGKATAN BALAI PUSTAKA
A. Balai
Pustaka sebagai Badan Penerbit
Angkatan
balai pustaka lazim disebut juga angkatan 20 atau siti nurbaya. Nama balai
pustaka menunjuk dua pengertian : (1) sebagai nama badan penerbit dan (2)
sebagai nama suatu angkatan dalam sastra Indonesia. Pada akhir abad ke-19
pemerintah Belanda banyak membuka sekolah untuk bumi putra dengan maksud (1)
mendidik pegawai-pegawai rendah yang dibutuhkan oleh pemerintah dan (2) agar
politik pengajaran tetap dikuasai oleh pemerintah.
Adapun
tujuan pemerintah Belanda mendirikan Balai Pustaka itu antara lain sebagai
berikut :
1. Agar
kehausan membaca di kalangan rakyat bias dicukupi dengan buku-buku yang
diterbitkan sendiri sehingga tidak akan membahayakan ketertiban dan keamanan
negeri. Pemerintah khawatir apabila rakyat memperoleh dan membaca buku-buku
dari luar, hal itu pasti akan membahayakan kedudukannya. Oleh karena itu,
pemerintah membuat peraturan yang keras terhadap impor buku.
2. Dengan
menerbitkan sendiri buku-buku bacaan itu,pemerintah bermaksud secara tidak
langsung memasukan unsure-unsur penjajahan melalui bacaan. Hal ini tampak pada
banyaknya cerita kepahlawanan yang disaring
kedalam bahasa Indonesia dan juga adanya karangan-karangan yang baik cerita
maupun gambarnya dapat memberikan kesan buruk terhadap bahasa Indonesia, dan
sebaliknya memberikan kesan baik terhadap usaha pemerintah Belanda di
Indonesia.
3. Seakan-akan
sebagai balas jasa atau sekarang untuk member hati kepada rakyat dalam
hubungannya dengan politik etis pemerintah.
B. Pengaruh
Balai Pustaka terhadap Perkembangan Sastra Indonesia
A.Teeuw dalam bukunya Pokok dan Tokoh
dalam Kesusastraan Indonesia Baru menyinggung juga masalah ini
Isi Nota Rinkes terebut antara lain
memuat syarat-syarat penerbitan Balai Pustaka, yaitu :
1. Karangan-karangan
yang diterbitkan hendaklah yang dapat menambah kecerdasan dan memberikan
pendidikan budi pekerti.
2. Isi
karangan tidak mengganggu ketertiban umum dan keamanan negeri,artinya tidak
bertentangan dengan garis politik pemerintah :
3. Harus
netral agama.
C. Karakteristik
Sastra Balai Pustaka
1. Situasi
dan kondisi masyarakat.
2. Cita-cita
dan sikap hidup para pengarang.
3. Sikap
dan persyaratan yang ditentukan oleh penguasa atau pemerintah.
D. Tiga
Pengarang Balai Pustaka yang Penting
1. Nur
Sutan Iskandar
2. Abdul
Muis
3. Marah
Rusli
E. Pengarang-pengarang
Balai Pustaka yang lain
1. Aman
Datuk Majoindo
2. Muhammad
Kasim
3. Tulis
Sutan Sati
4. Selasih
dan Sa’adah Alim
5. Merari
Siregar
V.
SASTRA PERIODE TAHUN ’20 DI LUAR BALAI
PUSTAKA
A. Karangan-karangan
yang bertendes politik
Sastra
pada sekitar tahun 1920 tidak terbatas hanya pada kegiatan dan usaha Balai
Pustaka saja. Diluar itu banyak majalah dan buku-buku yang bersifat sastra.
Beberapa pengarang “bacaan liar” antara lain:
1. Marco
Kartodikromo
2. Semaun
B. Sastra
Pra-Pujangga Baru
1. Moh.
Yamin
2. Rustam
Effendi
3. Sanusi
Pane
VI.
PERIODE TAHUN ’30 ANGKATAN PUJANGGA BARU
A. Majalah
Pujangga Baru
Dua pengertian itu
ialah :
1. Pujangga
Baru sebagai nama majalah , dan
2. Sebagai
nama angkatan sastra Indonesia.
Pujangga baru sebagai nama majalah
mengalami dua periode penerbitan yaitu Pujangga Baru sebelum perang (Juli
1933-Maret 1942) dan sesudah perang (Mart 1948-Maret 1943). Untuk mendapatkan
gambaran perkembangan majalah itu dan persoalan pokok yang menjadi perhatian
Angkatan Pujangga Baru dapat dilihat dari perubahan subtitle majalah tersebut.
Tahun pertama : majalah
kesusastraan dan bahasa sastra kebudayaan umum.
Tahun
kedua : majalah bulanan kesusastraan dan bahasa serta seni dan kebudayaan.
Tahun
ketiga : pembawa semangat baru dalam kesusastraan , seni kebudayaan, dan soal
masyarakat umum.
Tahun
keempat dan selanjutnya : pembimbing semangat baru yang dinamis untuk membentuk
kebudayaan baru, kebudayaan persatuan Indonesia.
B. Karakteristik
Angkatan Pujangga Baru
Keanekaragaman yang
terdapat pada Angkatan Pujangga Baru itu, misalnya tampak pada:
1. Daerah
asalnya : Bali (I Gusti Nyoman Panji
Tisna), Madiun (Sutomo Jauhar Arifin), Sangihe (Marius Ramis Dayoh), Minahasa (J.E.
Tatengkeng), Tapanuli (S. Takdir Alisjahbana, Sanusi Pane,dsb), Padang (Rustam
Effendi), Bangka( Hmaidah), Aceh (M. Ali Hasyim) ,Langkat (Amir Hamzah) dan
Maluku (Paulus Supit)
2. Kepercayaan
agamanya : Nasrani (J.E. Tatengkeng), Hindu Bali (I Gusti Nyoman Panji Tisna)
Islam (Amir Hamzah,S.Takdir Alisjahbana dan sebagian besar pengarang Pujangga
Baru)
C. Angkatan
80 dan Pengaruhnya terhadap Pujangga Baru
1. Angkatan
80 dan tokoh-tokohnya
Sesuai dengan tahun
munculnya,gerakan itu disebut Gerakan 80. Tokoh-tokoh dari gerakan itu ialah
Willem Kloos, Yacques Perk, Frederik van Eeden, Albert Verwey, Herman Gorter
dan Lodewyk van Deyssel.
2. Perbedaan
dan persamaan antara Pujangga Baru dengan Angkatan 80
Dua pokok yang
menyebabkan Pujangga Baru mendapat pengaruh dari angkatan 80
a. Adanya
semnagat hidup yang sama dan
b. Kebetulan
bangsa kita pada masa itu dibawa kekuasaan pemerintah Belanda.
Perbedaan
antara pujangga baru dengan angkatan 80 adalah sebagai berikut.
1. Pada
umumnya angakat 80 mengutamakan unsure estetis yang murni, sedangkan pujangga
baru umumnya lebih mengutamakan unsure tujuan sosial yang jelas. Hal ii
disebabkan umumnya pengarang-pengarang angkatan 80 lebih menekankan tujuan seni
, sedangkan pujangga baru lebih menekankan tujuan kemasyarakatan.
2. Sebagian
besar pengarang pujangga baru menolak sifat individualism yang dianut oleh
bebrapa pengarang angkatan 80 yang tidak mempunyai corak kemasyarakatan sama
sekali dan juga membuang cirri naturalism pada angkatan itu yang tidak
mempunyai tujuan-tujuan yang nyata. Hal ini disebabkan pengarang-pengarang
pujangga baru menyadari bahwa mereka menjadi anggota masyarakat dan ingin
merombak masyarakat bangsanya dari masyarakat yang lama dengan kesusastraannya
yang statis menjadi masyarakat yang dinamis dengan kesusastraan yang dinamis
pula.
Adapun persamaan antara kedua angkatan
itu adalah sebagai berikut :
1. Keduanya
menentang sastra sebelumnya yang sudah merosot nilainya dan yang penuh dengan
konvensi-konvensi pujangga baru menentang sastra melayu klasik yang dirasa
statis dan beku, sedangkan angkatan 80 menentang sastra domine yang dirasa
sangat lamban.
2. Didalam
usahanya mencari pengucapan yang baru,keduanya mencari contoh dari luar negeri.
Pujangga baru mendapat pengaruh dari angkatan 80 sedangkan angkatan 80 mendapat
pengaruh pula dari inggris dan dari
perancis.
D. Pujangga
Baru sebagai Aliran Kebudayaan.
1. Pembentukan
kebudayaan baru menurut Sutan Takdir Alisjahbana (STA)
STA benar-benar
menyadari betapa pentingnya peranan nilai-nilai rohani dalam pembangunan
kebudayaan yang akan datang.
2. Pembentukan
kebudayaan menurut Sanusi Pane
Sanusi Pane tidak
setuju dengan pendapat STA . Ia berpendapat bahwa di dalam kebudayaan Indonesia
yang baru itu dibentuk itu harus dipertemukan unsure-unsur kebudayaan timur.
3. Pembentukan
kebudayaan baru menurut Armijn Pane.
Menurutnya didalam
membangun kebudayaan Indonesia yang baru itu kita bebas mengambil unsure-unsur
kebudayaan yang mana saja, asal sesuai dengan garis pertumbuhan kebudayaan
sendiri.
E. Asas
seni pada pujangga baru
Asas seni bertendesns
maksudnya mencipta seni dengan suatu tujuan tertentu.
1. Asas
seni STA
STA sama sekali tidak
menolak asas seni untuk seni karena ia menyadari bahwa seni untuk seni dapat
menghasilkan karya seni yang tinggi nilainya.
2. Asas
seni Sanusi Pane
Sanusi Pane dalam tulisannya mengarah pada asas seni untuk seni
namun ia berpendapat seni bersifat otonom.
3. Asas
seni Armijn Pane
Dalam mencipatakn seni
ia tidak semata-mata mengabdi pada keindahan, tetapi keindahan itu harus
bermanfaat bagi masyarakat.
4. Pendapat
Y.E. Tatengkeng tentang Asas Seni
Ia kencenderungan pada
asas seni untuk seni.
F. Para
pengarang pujangga baru
1. Sutan
Takdir Alisjahbana
2. Amir
Hamzah
3. Sanusi
Pane
4. Armijn
Pane
5. Y.E.
Tatengkeng
6. Hamidah
7. I
Gusti Nyoman Putu Tisna
8. Suman
Hs.
G. Para
pengarang pujangga baru yang lain
1. M.R.
Dayoh (Dr.Hc. Marius Ramis Dayoh)
2. Asmara
Hadi
3. A.
Hasymy (M. Ali Hasyim)
4. Sutomo
Jauhari Arifin
VII.
SASTRA PERIODE TAHUN ’30 DI LUAR
PUJANGGA BARU
Sastra
pujangga baru A.Teeuw membagi sastra Indonesia sebelum perang menjadi tiga
golongan yaitu:
1. Sastra hasil pujangga baru
2. Sastra penerbitan
balai pustaka
3. Sastra berupa seri
cerita-cerita roman.
A. Roman
Picisan
Adalah jenis bacaan jenis bacaan dalam
bentuk buku-buku kecil yang berisi cerita roman atau novel yang umumnya
termasuk dalam suatu seri dan yang dipandang dari penilaian sastra banyak
mengandung kelemahannya.
B. HAMKA
(Haji Abdul Malik Karim Amrullah)
Hamka sering
menggunakan nama samaran : A.S. Hamid, Indra Maha, dan Abu Zaki.
VIII.
SASTRA INDONESIA DI MASA JEPANG
A. Situasi
Sastra Indonesia di Masa Jepang
Sastra
Indonesia di masa jepang berlangsung hanya
± 3,5 tahun, waktu yang amat singkat bagi pertumbuhan suatu kebudayaan.
B. Karakteristik
Sastra di Masa Jepang
Pada dasarnya ada dua
macam sastra pada waktu itu (1) sastra yang tersiar dan (2) sastra yang tersimpan.
Berdasarkan kenyataan
diatas , karakterisasi sastra Indonesia di masa Jepang dapat dirangkum sebagai
berikut :
1. Umumnya
sastra tersirat pada masa itu tidak terlepas dari unsure tendens, yaitu tendens
membantu perang jepang bahkan sering unsure tendens itu begitu jelas sehingga
berubah sifat menjadi propaganda . tendens demikian tambak pada dua novel yang
terbit pada masa jepang yaitu Palawija
karangan Karim Halim dan Cinta Tanah Air karangan Nur Sutan Iskandar.
2. Sastra
tersiar yang tidak mengandung tendens, umumnya menyatakan maksud isinya dalam
bentuk simbolik atau bersifat pelarian dari realitas kehidupan yang pahit
misalnya “Dengar Keluhan Pohon Mangga” dan Timjaulah Dunia Sana”, keduanya
karangan Maria Amin. Juga cerpan Bakri Siregar yang berjudul “Burung Balam” dan
“Turunan”, dapat dipandang bersifat simbolik karena kedunya berlaku dalam dunia
binatang. Pelarian ke tempat terpencil , misalnya tampak pada beberapa cerpen
Bakri Siregar yang berjudul “Di Tepi Kawah” dan “Di Balik Bukit”, sedangkan
pelarian kepada Tuhan tampak misalnya pada puisi-puisi Baharum Rangkuti.
3. Sastra
tersimpan umumnya berupa sastra kritik yang berisi kecaman dengan sindiran
terhadap ketidakadilan yang terdapat dalam masyarakat. Dalam sejarah kehidupan
suatu bangsa ternyata bahwa sastra kritik selalu timbul apabila tidak ada
keserasiannya dalam tata keserasian dalam tata kehidupan bangsa itu : misalnya
tidak ada kecocokan antara janji dan slogan-slogan dari penguasa dengan
kenyataan yang sebenarnya perbedaan yang terlalu jauh antara si kaya dan si
miskin , pembatasan dan penyelewengan
hakhak asasi manusia tindakan sewenang-wenang dari pihak penguasa dan
sebagainya.
4. Genre
sastra yang dominan pada masa jepang yaitu bentuk puisi ,cerpen dan drama.
Perkembangan yang mencolok diantara ketia bentuk itu dibandingkan masa-masa
sebelumnya yaitu bentuk drama.dalam pertumbuahan dan perkembangan sastra
Indonesia belum pernah terjadi kehidupan drama sesubur masa jepang.
C. Pengarang
dan hasil karyanya
1. Rosihan
Anwar
2. Usmar
Ismail
3. Amal
Hamzah
4. El
Hakim
5. Chairil
Anwar
6. Idrus
7. Bung
Usman
8. Penyair-penyair
dimasa jepang
Penyair-penyair lain
dimasa jepang yaitu M.S.Ashar, B.H. Lubis, Nursyamsu, Maria Amin, Anas, Makruf
dan lain-lain.
9. Pengarang-pengarang
prosa yang lain
a. Bakri
Siregar, kumpulan cerpennya diterbitkan berjudul Jejak Langkah
b. Karim
Halim, novelnya yang terbit pada zaman Jepang berjudul Palawija.
c. Nur
Sutan Iskandar, nvelnya yang terbit pada zaman Jepang berjudul Cinta Tanah Air.
IX.
SASTRA PERIODE TAHUN ‘45
Sastra
periode tahun 1945 masa perkembangan sastra Indonesia dari tahun 1945 sampai
sekitar tahun 1950. Periode 1945 dibedakan atas dua corak, yaitu :
1. Angkatan
45 , dan
2. Sastra
diluar angkatan 45
Sastra
di luar angkatan 45 meliputi kegiatan sastra para pengarang angkatan-angkatan
sebelumnya yang tetap menulis pada sekitar 1945, seperti Nur Sutan Iskandar,
Sutan Takdir Alisjahbana dan lain-lain.
A. Pengertian
Angkatan 45 dan Sikap Pengarang terhadap Istilah Angkatan 45
1. Angkatan
45 memiliki dua pengertian yaitu (1) pengertian dalam bidang polotik dan (2)
pengertian dalam bidang sastra seni. Nama angkatan 45 sebenarnya baru terkenal
mulai tahun 1949 pada waktu Rosihan Anwar untuk pertama kalinya melansir
istilah Angkatan 45 dalam suatu uraiannya dalam Majalah Siasat tanggal 9
Januari 1949. Sebelum itu istilah-istilah yang dipakai bermacam-macam yaitu
Angkatan Kemerdekaan, Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Sesudah Perang,
Angkatan Pembebasan, Generasi
Gelanggang, Angkatan Bambu Runcing, dan sebagainya. Yang mempertegas kehadiran
Angkatan 45 serta kedudukan penyair dan sastrawan pendukungnya ialah H.B.
Jassin.
2. Perbandingan
dengan Pujangga Baru
·
Sastra pujangga baru terlalu retorik,
yakni menekankan pentingnya persamaan bunyi, irama dan pembakuan bentuk ;
sedang angkatan 45 lebih mengutamakan isi, bentuk, kepaduan bahasa dan pikiran,
Dengan memasukan
kata-kata kasar dank keras, namun tepat dan berfungsi Angkatan 45 jelas menolak
konsep bahasa nan indah ala Romantik Pujangga Baru.
·
Cakrawala pengaruh mereka cari bukan
sebatas sastra Belanda yang dipelajai di sekolah-sekolah menengah tetapi lebih
luas ke sastra-sastra dunia yang lain. Kesungguhan mempelajari sastra dunia ini
didorong oleh keinginan hendak menyempurnakan diri dalam teknik dan isi
kesusastraan. Kesusastraan dalam bahasa inggris menjadi bacaan utama ,
menggantikan kesusastraan dalam bahasa Belandayang menjai bacaan utama kaum
Pujangga Baru.
3. Sikap
Para Pengarang terhadap Istilah Angkatan 45
Mochtar Lubis, Pramoedya Ananta Toer dan
Sitor Situmorang termasuk pengarang yang menerima penggunaan istilah Angkatan
45, sedangkan Asrul Sani dan beberapa pengarang lagi termasuk yang keberatan
terhadap istilah angkatan 45. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh mereka yang
tidak setuju dengan istilah itu ialah sebagai berikut.
·
Tahun 1949 yaitu tahun Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, tidak sepenuhnya
berhubungan dengan hal-hal yang mulia dan yang baik , karena pada tahun
itu juga terjadi pembunuhan dan penculikan pada kedua pihak yang bertempur.
Dengan demikian penamaan angkatan dengan tahun 1945 dapat juga mengingatkan
kita pada hal-hal yang keji dan kotor.
·
Angkatan tahun , yaitu 1945 adalah suatu
kesatuan waktu yang sangat singkat dan
relative terlalu fana sehingga penamaan dengan tahun 1945 itu akan dengan cepat
menimbulkan sifat kekolotan beberapa tahun kemudian.
Sebaliknya
mereka yang setuju dengan istilah angkatan 1945 membantah alas an-alasan
tersebut. Diantaranya :
·
Dikatakan bahwa dalam menilai sesuatu
peristiwa kita harus dapat membedakan yang membedakan yang pokok dengan yang
tidak. Pembunuhan dan penculikan adalah soal kecil jika dibandingkan dengan
masalah perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan suatu bangsa.
Kemerdekaan adalah syarat mutlak bagi perkembangan kebudayaan suatu bangsa ,
termasuk perkembangan angkatan dengan nama tahun 1945 tetap memiliki nilai
luhur , tidak perlu harus dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang rendah.
·
Sebenarnya, tidak hanya penamaan yang
menggunakan angka tahun yang mudah menimbulkan sifat kekolotan , tetapi
penamaan akan menjadi bersifat kolot apabila sudah timbul angkatan atau
generasi yang baru.
B. Perbedaan
Angkatan 45 dengan Angkatan Pujangga Baru.
1. Pendapat
A. Teeuw
Teeuw
berpendapat bahwa perbedaan asasi antara Angkatan 45 dengan Pujangga Baru dan
perbedssn itu berupa sifat Universal yang terdapat pada Angkatan 45. Dikatakan
bahwa “Mereka adala manusia internasional yang
modern dan mereka memperlihatkan yang demikian itu dalam rupa Indonesianya,
tetapi hal ini soal kedua” (1953:172).
2. Pendapat
H.B. Jassin
Menurut
Jassin , perbedaan antara Pujangga Baru dengan Angkatan 45 terutama terletak
dalam dua hal, yaitu :
·
Gaya
Perbedaan pandangan hidup, mereka
memiliki persamaan dalam gaya,yaitu ekspresi yang mendarah daging. Gaya
ekspresi bersifat lontaran pernyataan jiwa yang serta merta.
·
Konsepsi
Angkatan
45 memiliki konsepsi yang jelas, yaitu humanisme universal. Konsepsi ini
memandang manusia dalam wujud hakikatnya, memandang manusia atas dasar
sifat-sifatnya yang umum,tanpa membedakan jenis kelamin, usia, dan sebagainya.
Konsepsi ini jelas sekali tercantum pada pernyataan mereka yang bernama Surat
Kepercayaan Gelanggang.
3. Pendapat
dan Keterangan dari beberapa Pengarang Angkatan 45 tentang Pujangga Baru
1) Rivai
Apin
Berpendapat bahwa
Pujanga Baru dalam memandang alam mudah berteriak pura-pura dengan kata seru.
Rivai memandang alam itu sebagai sesuatu yang diterimanya seperti menerima
adanya dirinya sendiri.
2) Asrul
Sani
Pujangga Baru mencoba
memperoleh keindahan karangan dengan segala bunga kata dan terlalu banyak
menggunakan beelspraak (kata perbandingan)
3) Sitor
Situmorang
Berpedapat “pandangan
dan tenaga mencipta kebudayaan Pujangga Baru terikat pada zamannya, zaman
sebelum Perang Dunia II di zaman penjajahan dengan zat-zat penjajah.
4. Pendapat
dan Keterangan dari Pengarang Pujangga Baru
Armijn
Pane mengaggap bahwa antarakeduanya tidak ada perbedaan asasi. Sutan Takdir
Alisjahbana menentang keras suatu anggapan , bahwa antara kedua angkatan itu
ada perbedaan yang tajam. Sikap STA ini dibuktikan dengan usahanya menerbitkan
kembali majalah Pujangga Baru pada tahun 1948 dan pada tahun 1954 berhenti
terbit selama-lamanya. Jassin memberikan pendapat bahwa antara Angkatan
Pujangga Baru dan Angkatan 45 sesungguhnya tidak ada pertentangan haya ada
perbedaan itu sangat nyata beralasan perlainan rasa hidup.
5. Perbedaan–perbedaan
konsep seni Angkatan 45
·
Chairil Anwar : dalam surat kepercayaan
gelanggang itu tidak terdapat konsep Chairil Anwar tentang tenaga hidup
(vitalitas) yang harus ada pada setiap karya seni. Juga intensitas pandangan
yang tidak puas hanya dengan melihat foto biasa, tetapi harus menembus kulit
dan tulang. Inti , hakikat dan makna yang sebenarnya itulah yang dipentingkan
dalam karya seni dan bukan hanya yang terlihat di permukaan.
·
Mochtar Lubis : bagi kita dalam
perkataan human dignity itu tersimpul semua yang hendak kita perjuangkan.
·
Asrul Sani : yang penting ialah tidak
menyerah kalah. Tidak akan terdapat hasil yang mengagumkan tanpa kesunyian.
Mereka yang tidak mau mengalah akan makin merasa sunyi. Kita hidup diatas tanah
gersang dimana setiap nilai yang kita
taburkan tidak tumbuh sebagai pepohonan yang kita kehendaki, tetapi sebagai
semak belukar inipun kalau ia mau tumbuh. Didasar segalanya itu hanya kejujuran
dan kejujuran ini di dunia tidak dapat tiada akan membawa kesunyian.
·
Pramoedya Ananta Toer : mengapa kita
harus mati seorang diri, lahir seorang diri pula?
C. Surat
Kepercayaan Gelanggang
Surat
Kepercayaan Gelanggang merupakan sikap dan pendirian Angkatan 45, walaupun
pernyataan itu dibuat pada tanggal 18 Februari 1950 dan baru disiarkan dalam
majalah Siasat pimpinan Rosihan Anwar pada tanggal 22 Oktober 1950. Setahun
sesudah Chairil Anwar meninggal ( 28 April 1949 )
Surat
Kepercayaan Gelanggang adalah pernyataan sikap perkumpulan “Gelanggang Seniman
Merdeka”, suatu perkumpulan yang didirikan pada tahun 1947 yang didalamnya
selain ada pengarang , juga berkumpul pelukis-pelukis musikus dan seniman lain.
Isi
selengkapnya Surat Gelanggang
Kami
adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami
teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan
pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur baur dari mana dunia-dunia
baru yang sehat dapat dilahirkan.
Keindonesiaan
kami semata-mata karena kulit kami sawo matang, rambut kami yang hitam atau
tulang pelipis kami yang menjorok kedepan, tapi lebih banyak oleh apa yang
diutarakan oleh wujud pernyataan hati pikiran kami. Kami tidak memberikan
sesuatu kata-ikatan untuk kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat kepada
melaplap hasil kebudayaan lama samapi berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi
kami memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan
Indonesia ditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai ransangan suara yang
disebabkan oleh suara-suara yang dilontarkan dari segala sudut dunia dan yang
kemudian dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang
segala usaha-usaha yang mempersempit dan menghalangi tidak betulnya pemeriksaan
ukuran nilai.
Revolusi
bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yang harus
dihancurkan. Demikian kami berpendapat, bahwa revolusi ditanah air kami sendiri
belum selesai.
Dalam
penemuan kami, kami mungkin tidak selalu asli, yang pokok ditemui itu ialah
manusia. Dalam cara mencari,membahas, dan menelaah kami membawa sifat sendiri.
Penghargaan
kami terhadap keadaan keliling (masyarakat) adalah penghargaan orang-orang yang
mengetahui adanya saling pengaruh antara masyarakat dan seniman.
Jakarta,
18 Februari 1950
Isi
pokok Surat Kepercayaan Gelanggang tersebut adalah :
1) Angkatan
45 memandang dirinya sebagai ahli waris kebudayaan dunia dan akan diteruskan
kebudayaan itu menurut cara mereka sendiri.
2) Keindonesiaan
mereka hanya dapat dikenal dari wujud pernyataan hati dan pikiran mereka, bukan
dari bentuk-bentuk lahirnya.
3) Kebudayaan
Indonesia Baru tidak semata-mata berdasarkan kebudayaan Indonesia lama, tetapi
ditetapkan dari ramuan hasil kebudayaan yang datang dari segenap penjuru dunia,
yang kemudian dilontarkan kembali dalam wujud ciptaan menurut kehendak mereka.
4) Revolusi
bagi mereka adalah penempatan nilai-nilai baru diatas nilai-nilai lama yang
sudah usang yang harus dihancurkan.
5) Mereka
berpendapat bahwa antara masyarakat dan seniman terjadi saling memengaruhi.
Boleh jadi benar pendapat Maman S.
Mahayana dalam artikel “Di Balik Surat Kepercayaan Gelanggang” (Mahayana,
2005:452-456) bahwa publikasi Surat Kepercayaan Gelanggang itu dimaksudkan
sebagai reaksi terhadap publikasi Mukadimah Lekra yang dicetuskan pada 17 Agustus
1950. Kemungkinan itu dapat dipahami berdasarkan perbedaan ideologi atau dasar
pijakannya. Surat Kepercayaan Gelanggang berpijak pada humanism universal atau
kemanusiaan sejagat, sedangkan Lekra secara tegas hendak melaksanakan realisme
sosialis yang bersumber pada komunisme.
Tujuan perkumpulan Gelanggang Seniman
Merdeka adalah mempertanggung jawabkan penjadian bangsa, mempertahankan dan
mempersubur cita-cita yang lahir dari pergolakan pikiran dan roh, serta
memasukan cita-cita dan dasar itu dalam segala kegiatan. Setelah pengakuan
kedaulatan Republik Indonesia kesadaan itu dipertegas lagi dan disiarkan dalam
Siasat tanggal 22 Oktober 1950.
D. Para
Pengarang Angkatan 45
1. Chairil
Anwar
Chairil Anwar telah
menghasilkan 94 tulisan , yang terdiri atas 70 puisi asli, 4 puisi saduran , 10
puisi terjemahan, 6 prosa asli, dan prosa terjemahan.
a) Vitalitas
Chairil Anwar
Vitalitas
berarti kemampuan hidup penuh dengan semangat. Seorang vitalis berarti seorang
yang memiliki semangat atau nafsu hidup yang meluap-luap. Vitalitas Chairil
Anwar merupakan semangat hidup yang berusaha hendak mengisi eksistensi hidup
ini dengan sepenuh-penuhnya dan mempertanggungjawabkan hidup dengan penuh
kesadaran.
b) Individualisme
Chairil Anwar
Individualisme
Chairil Anwar bukan individualism yang egoistis atau uber mens melainkan
berpangkal pada sikap hidup yang eksistensialitis.
c) Pandangan
Chairil Anwar tentang Ilham dan Keindahan
Menurut
Chairil seni adalah harmoni antara ilham dan pikiran. Tetang keindahan, Chairil
berpendapat bahwa keindahan harus berpangkal pada vitalitas, pada hidup dan
nafsu hidup.
d) Masalah
bentuk dan isi
Jadi
yang penting menurut Chairil “si seniman dengan caranya menyatakan harus
memastikan tentang tenaga perasaan-perasaan”, yang dengan bahan bahasa yang
ipakai secara intutif.
2. Asrul
Sani
Asrul
Sani adalah seorang penyair Angkatan 45 yang berusaha menghindari masalah
angkatan dan tidak setuju dengan semboyang-semboyang yang sering digunakan oleh
pengarang Angkatan 45 yang lain. Asrul Sani yang dilahirkan di Sumatra Barat,
10 Juni 1926, adalah seorang dokter hewan yang dalam dunia sastra bergerak
dalam berbagai bidang. Ia banyak menulis esai, cerpen,puisi,kritik,terjemahan
juga menyutradarai drama dan membuat film.
3. Rivai
Apin
Lahir
pada tanggal 30 Agustus 1927 di Padangpanjang itu telah banyak menulis puisi
sejak masih di sekolah menengah. Ia bergerak dalam bidang lain yang cukup banyak
: menulis cerpen, esai,kritik, terjemahan, dan scenario film. Rivai Apin
terkenal sebagai seorang nihilis emosional.
4. Idrus
Idrus
sering disebut sebagai pelopor Angkatan 45 di bidang prosa. Idrus menulis novel
Perempuan dan Kebangsaan. Cerpen Idrus yang pernah dimuat dalam majalah
“Riwayat Jatuhnya Seorang Walikota”. Dua bukunya yang terbit di Kuala Lumpur
yaitu Dengan Mata Terbuka (1961), kumpulan cerpen Hati Nurani Manusia (1963).
Idrus lahir di Padang 21 September 1921. Kumpulan karangannya berjudul Dari Ave
Maria ke Jalan Lain ke Roma ; Aki (novel) dan Perempuan Kebangsaan (novel),
drama Keluarga Surono (1948), esai Angkatan 66 dan cerpen-cerpennya.
5. Paramoedya
Ananta Toer
Lahir
di Blora 2 Februari 1925. Karangan yang pertama-tama diterbitkan berjudul
Kranji dan Bekasi Jatuh (1947), cerpen Blora, novel Perburuan (1950), kumpulan
cerpen Subuh, kumpulan cerpen Cerita dari Blora (1952), Dia yang Menyerah,
Hadiah Kawin, dan Anak Haram, Percikan Revolusi (1950),kumpulan cerpen Di Tepi Kali Bekasi (1950), Mereka yang
dilumpuhkan, Bukan Pasar Malam (1951) dan masih banyak yang lainnya.
6. Mochtar
Lubis
Lahir
di Padang 7 Maret 1922. Ia lebih dikenal sebagai wartawan surat kabar yang
dipimpinnya bernama Indonesia Raya namun akhirnya dilarang terbit. Ia juga
menulis buku berjudul Perlawatan ke Amerika Serikat (1951), Perkenalan di Asia
Tenggara (1951), Catatan Korea (1951), dan Indonesia (1955), kumpulan cerpen Si
Jamal (1950), Perempuan (1956), Kebun Pohon Kastanye, novel singkat Tidak Ada
Esok dan Jalan Tak Ada Ujung
7. Sitor
Situmorang
Lahir
di Harianboho, Tapanuli 21 Oktober 1924, ia bergerak dibidang sastra pada tahun
1949. Kumpulan puisi Sitor yang pertama berjudul Surat Kertas Hijau (1954).
Dari 33 puisi yang terdapat di dalamnya ada 6 puisi berbentuk sonata. Kumpulan
puisi kedua berjudul Dalam Sajak (1955), kumpulan puisi yang ketiga berjudul
Wajah Tak Bernama (1956). Kumpulan cerpen yang pertama berjudul Pertempuran dan
Salju di Paris (1956), kumpulan cerpen yang kedua berjudul Pangeran (1963).
Kumpulan esainya yang terbit pada 1975 berjudul Sastra Revolusioner. Kumpulan
drama yang berjudul Jalan Mutiara (1954).
8. Achdiat
Karta Mihardja
Ia dilahirkan pada
tanggal 6 Maret 1911 di Cibatu Jawa Barat. Namanya dikenal sesudah ia
menerbitkan novel berjudul Atheis terbit
pada tahun 1949.
E. Pengarang-Pengarang
Angkatan 45 yang Lain
1. Utuy
Tatang Sontani
Novelnya
antara lain Tambera, bebrapa karangan dramanya antara lain Bunga Rumah Makan
(1948), Awal dan Mira (1951), dan masih
banyak yang lainnya.
2. Trisno
Sumarjo
Ia
pernah menerbitkan majalah Seniman (1947) di Sala bersama dengan pelukis S.
Sudjono. Beberapa karyanya antara lain Daun kering (1963) kumpulan cerpen, Wajah-Wajah
yang Berubah (1968) kumpulan cerpen, Keranda Ibu (1963), Kata Hati dan
Perbuatan (1952)dan masih banyak lagi.
3. Aoh
K. Hadimadja
Lahir
di Bandung 15 September 1911, ia sering
menggunakan nama samara Karlan Hadi. Karangan-karangannya ada Zahra (1962),
Pecahan Ratna, Di bawah Kaki Kebesaranmu, Lakbok dan masih banyak yang lainnya
4. M.
Balfas
Ia
lahir tanggal 25 Desember 1922 di Jakarta dan terkenal sebagai pengarang prosa,
kumpulan cerpennya yang diterbitkan berjudul Lingkaran-Lingkaran Retak (1952).
5. Rusman
Sutiasumarga
Ia
lahir di Subang 5 Juli 1917. Kumpulan cerpennya yang berjudul Yang Terempas dan
Yang Terkandas, Korban Romantik (1964), dan Kalung (1964).
6. Mh.
Rustandi Kartakusuma
Ia
lahir tanggal 21 Juli 1921 di Ciamis karangannya berupa drama, puisi, cerpen,
terutama esai. Prabu dan Puteri (1950), Rekaman dari Tujuh Daerah (1951), Merah
Semua Putih Semua (1961).
7. M.
Ali
Ia sering dijuluki sebagai
pengarang Lapar karena sebuah drama radionya yang terkenal berjudul “Lapar”. Ia
menulis novel yaitu 5 Tragedi (19540, Siksa dan Bayangan (1955), dan lain
sebagainya