Senin, 15 Juni 2015

rangkuman sejarah sastra



                   I.            PENDAHULUAN
A.    Cabang-Cabang Ilmu Sastra
Ilmu sastra meliputi tiga macam ilmu yaitu teori sastra,sejarah sastra dan kritik sastra. Pesoalan-persoalan yang menjadi objek penyelidikan adalah :
1.      Perkembangan atau tmbul tenggelamnya suatu genre sastra,misalnya sejarah perkembangan novel,cerpen,puisi dan sebagainya.
2.      Periodisasi sastra atau pembabakan waktu dalam perkembangan sastra.
3.      Perkembangan aliran-aliran yang ada pada suatu periode pada suatu angkatan.
4.      Pertumbuhan dan perkembangan gaya bahasa.
Macam ilmu sastra yang lain yaitu sastra umum sastra khusus dan sastra perbandingan.
B.     Hubungan Timbal Balik antara Cabang-Cabang Ilmu Sastra
1.      Hubungan sejarah sastra dan teori sastra
Penyelidikan tentang sejarah sastra banyak memerlukan bahan-bahan pengetahuan tentang teori sastra, begitupun sebaliknya.
2.      Hubungan sejarah sastra dan kritik sastra.
Penyelidikan sejarah sastra memrlukan bantuan juga dari kritik sastra.
3.      Hubungan kritik sastra dan teori sastra.
Hubungan kedua cabang ilmu sastra tersebut sangat jelas. Usaha kritik sastra tidak akan berhasil tanpa dilandasi oleh dasar-dasar tentang teori sastra.
                II.            MASA PERMULAAN SASTRA INDONESIA MODERN
A.    Pengertian Sastra Indonesia Modern
1.      Arti Modern
Kata modern pada sastra Indonesia modern dipergunakan tidak dalam pertentangan dengan kata klasik. Bahkan sebenarnya, istilah sastra Indonesia Klasik sebagai pertentangan dengan sastra Indonesia modern tidak ada. Kata modern dipergunakan sekadar menunjukan betapa intensifnya pengaruh barat pada masa perkembangan dan kehidupan kesusastraan pada masa itu.
2.      Pengertian Sastra Indonesia
Ada yang berpendapat sebuah karya sastra dapat dinamakan dan digolongkan kedalam pengertian kesusastraan Indonesia apabila :
1)      Ditulis buat pertama kalinya dalam bahasa Indonesia.
2)      Masalah-masalah yang dikemukakan di dalamnya haruslah masalah-masalah Indonesia.
3)      Pengarangnya harusnlah bangsa Indonesia (Soemawidagdo,1966:62).
Berdasarkan pengertian diatas , pengertian sasra Indonesia mencakup tiga unsure persyaratan, yaitu bahasamasalah yang dipersoalkan dan pengarangnya. Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa sastra Indonesia ialah “ sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa Indonesia, mengingat sastra dan bahasa erat saling menjalin ”(Enre,1963:10)
Unsur pesyaratan ada dua yaitu :
1)      Media bahasanya bahasa Indonesia dan
2)      Corak isi karangannya mencerminkan sikap watak bansa Indonesia di dalam memandang sesuatu masalah.
B.     Permulaan Sastra Indonesia Modern 
Dalam garis besar ada 4 macam pendapat ;
1.      Slametmuljana (1958-17) dalam sebuah artikelnya yang berjudul “Ke Mana Arah Perkembagan Puisi Indonesia?”
2.      Umar Junus didalam karangannya yang berjudul “Istilah dan Masa Waktu Sastra Melayu dan Sastra Indonesia”
3.      Nugroho Notosusanto berpendapat bahwa berbicara tentang sastra Indonesia bukan berarti berbicara tentang bahasa Indonesia melainkan tentang sastra nasional Indonesia.
4.      Pendapat yang terakhir menyatakan bahwa sastra Indonesia modern mulai berkembang sekitar tahun 20-an. Mereka yang berpendapat demikian itu antara lain Fachruddin Ambo Erne, Ajip Rosidi, H.B. Jassin dan A Teuww.
             III.            PERIODISASI SEJARAH SASTRA INDONESIA MODERN
A.    Masalah Periodisasi
Ada beberapa macam periodisasi
1.      Tidak adanya kesamaan istilah yang dipergunakan. Istilah-istilah yang biasa dipakai misalnya angkatan, periode dan generasi.
2.      Tidak adanya kesamaan pengertian terhadap istilah-istilah tersebut. Tentang apa yang disebut angkatan banyak perbedaan pendapat. Rumusan Pramoedya Ananta Toer berbeda dengan rumusan Asrul Sani berbeda pula dengan rumusan Rachmat Djoko Pradopo,Ajip Rosidi dan lain sebagainya.
3.      Tidak adanya kesamaan nama yang dipergunakan untuk menyebut suatu angkatan atau suatu periode. Ada yang memakai angka tahun,ada yang memakai nama badan penerbit, nama majalah, nama buku dan sebagainya.
4.      Tidak adanya kesamaan system yang dipergunakan. Ada yang menunjuk satu angka tahun, misalnya Angkatan 20, dan ada pula yang menunjuk jangka waktu dari dua angka tahun , mislanya periode tahun ‘20 hingga ‘30
B.     Periodisasi Sastra Indonesia Modern
Susunan suatu periodisasi sejarah sastra Indonesia modern sebagai berikut :
A.    Sastra Melayu Lama/Klasik
B.     Sastra Indonesia Modern
I.                   Periode tahun ‘20
1.      Angkatan Balai Pustaka ‘20
2.      Sastra diluar Balai Pustaka
II.                Periode tahun’30
1.      Angkatan Pujangga Baru
2.      Sastra di luar Pujangga Baru
III.             Periode ‘42
IV.             Periode tahun ‘45
1.      Angkatan ‘45
2.      Sastra di luar Angkatan ‘45
V.                Periode ‘50
VI.             Periode ‘66
Angkatan 66
VII.          Periode tahun ‘70
VIII.       Periode tahun 2000
Angkatan 2000
             IV.            ANGKATAN BALAI PUSTAKA
A.    Balai Pustaka sebagai Badan Penerbit
Angkatan balai pustaka lazim disebut juga angkatan 20 atau siti nurbaya. Nama balai pustaka menunjuk dua pengertian : (1) sebagai nama badan penerbit dan (2) sebagai nama suatu angkatan dalam sastra Indonesia. Pada akhir abad ke-19 pemerintah Belanda banyak membuka sekolah untuk bumi putra dengan maksud (1) mendidik pegawai-pegawai rendah yang dibutuhkan oleh pemerintah dan (2) agar politik pengajaran tetap dikuasai oleh pemerintah.
Adapun tujuan pemerintah Belanda mendirikan Balai Pustaka itu antara lain sebagai berikut :
1.      Agar kehausan membaca di kalangan rakyat bias dicukupi dengan buku-buku yang diterbitkan sendiri sehingga tidak akan membahayakan ketertiban dan keamanan negeri. Pemerintah khawatir apabila rakyat memperoleh dan membaca buku-buku dari luar, hal itu pasti akan membahayakan kedudukannya. Oleh karena itu, pemerintah membuat peraturan yang keras terhadap impor buku.
2.      Dengan menerbitkan sendiri buku-buku bacaan itu,pemerintah bermaksud secara tidak langsung memasukan unsure-unsur penjajahan melalui bacaan. Hal ini tampak pada banyaknya cerita kepahlawanan  yang disaring kedalam bahasa Indonesia dan juga adanya karangan-karangan yang baik cerita maupun gambarnya dapat memberikan kesan buruk terhadap bahasa Indonesia, dan sebaliknya memberikan kesan baik terhadap usaha pemerintah Belanda di Indonesia.
3.      Seakan-akan sebagai balas jasa atau sekarang untuk member hati kepada rakyat dalam hubungannya dengan politik etis pemerintah.
B.     Pengaruh Balai Pustaka terhadap Perkembangan Sastra Indonesia
A.Teeuw dalam bukunya Pokok dan Tokoh dalam Kesusastraan Indonesia Baru menyinggung juga masalah ini
Isi Nota Rinkes terebut antara lain memuat syarat-syarat penerbitan Balai Pustaka, yaitu :
1.      Karangan-karangan yang diterbitkan hendaklah yang dapat menambah kecerdasan dan memberikan pendidikan budi pekerti.
2.      Isi karangan tidak mengganggu ketertiban umum dan keamanan negeri,artinya tidak bertentangan dengan garis politik pemerintah :
3.      Harus netral agama.
C.     Karakteristik Sastra Balai Pustaka
1.      Situasi dan kondisi masyarakat.
2.      Cita-cita dan sikap hidup para pengarang.
3.      Sikap dan persyaratan yang ditentukan oleh penguasa atau pemerintah.
D.    Tiga Pengarang Balai Pustaka yang Penting
1.      Nur Sutan Iskandar
2.      Abdul Muis
3.      Marah Rusli
E.     Pengarang-pengarang Balai Pustaka yang lain
1.      Aman Datuk Majoindo
2.      Muhammad Kasim
3.      Tulis Sutan Sati
4.      Selasih dan Sa’adah Alim
5.      Merari Siregar
                V.            SASTRA PERIODE TAHUN ’20 DI LUAR BALAI PUSTAKA
A.    Karangan-karangan yang bertendes politik
Sastra pada sekitar tahun 1920 tidak terbatas hanya pada kegiatan dan usaha Balai Pustaka saja. Diluar itu banyak majalah dan buku-buku yang bersifat sastra. Beberapa pengarang “bacaan liar” antara lain:
1.      Marco Kartodikromo
2.      Semaun
B.     Sastra Pra-Pujangga Baru
1.      Moh. Yamin
2.      Rustam Effendi
3.      Sanusi Pane
             VI.            PERIODE TAHUN ’30 ANGKATAN PUJANGGA BARU
A.    Majalah Pujangga Baru
Dua pengertian itu ialah :
1.      Pujangga Baru sebagai nama majalah , dan
2.      Sebagai nama angkatan sastra Indonesia.
Pujangga baru sebagai nama majalah mengalami dua periode penerbitan yaitu Pujangga Baru sebelum perang (Juli 1933-Maret 1942) dan sesudah perang (Mart 1948-Maret 1943). Untuk mendapatkan gambaran perkembangan majalah itu dan persoalan pokok yang menjadi perhatian Angkatan Pujangga Baru dapat dilihat dari perubahan subtitle majalah tersebut.
                        Tahun pertama : majalah kesusastraan dan bahasa sastra kebudayaan umum.
Tahun kedua : majalah bulanan kesusastraan dan bahasa serta seni dan kebudayaan.
Tahun ketiga : pembawa semangat baru dalam kesusastraan , seni kebudayaan, dan soal masyarakat umum.
Tahun keempat dan selanjutnya : pembimbing semangat baru yang dinamis untuk membentuk kebudayaan baru, kebudayaan persatuan Indonesia.
B.     Karakteristik Angkatan Pujangga Baru
Keanekaragaman yang terdapat pada Angkatan Pujangga Baru itu, misalnya tampak pada:
1.      Daerah asalnya : Bali  (I Gusti Nyoman Panji Tisna), Madiun (Sutomo Jauhar Arifin), Sangihe (Marius Ramis Dayoh), Minahasa (J.E. Tatengkeng), Tapanuli (S. Takdir Alisjahbana, Sanusi Pane,dsb), Padang (Rustam Effendi), Bangka( Hmaidah), Aceh (M. Ali Hasyim) ,Langkat (Amir Hamzah) dan Maluku (Paulus Supit)
2.      Kepercayaan agamanya : Nasrani (J.E. Tatengkeng), Hindu Bali (I Gusti Nyoman Panji Tisna) Islam (Amir Hamzah,S.Takdir Alisjahbana dan sebagian besar pengarang Pujangga Baru)
C.     Angkatan 80 dan Pengaruhnya terhadap Pujangga Baru
1.      Angkatan 80 dan tokoh-tokohnya
Sesuai dengan tahun munculnya,gerakan itu disebut Gerakan 80. Tokoh-tokoh dari gerakan itu ialah Willem Kloos, Yacques Perk, Frederik van Eeden, Albert Verwey, Herman Gorter dan Lodewyk van Deyssel.
2.      Perbedaan dan persamaan antara Pujangga Baru dengan Angkatan 80
Dua pokok yang menyebabkan Pujangga Baru mendapat pengaruh dari angkatan 80
a.       Adanya semnagat hidup yang sama dan
b.      Kebetulan bangsa kita pada masa itu dibawa kekuasaan pemerintah Belanda.
Perbedaan antara pujangga baru dengan angkatan 80 adalah sebagai berikut.
1.      Pada umumnya angakat 80 mengutamakan unsure estetis yang murni, sedangkan pujangga baru umumnya lebih mengutamakan unsure tujuan sosial yang jelas. Hal ii disebabkan umumnya pengarang-pengarang angkatan 80 lebih menekankan tujuan seni , sedangkan pujangga baru lebih menekankan tujuan kemasyarakatan.
2.      Sebagian besar pengarang pujangga baru menolak sifat individualism yang dianut oleh bebrapa pengarang angkatan 80 yang tidak mempunyai corak kemasyarakatan sama sekali dan juga membuang cirri naturalism pada angkatan itu yang tidak mempunyai tujuan-tujuan yang nyata. Hal ini disebabkan pengarang-pengarang pujangga baru menyadari bahwa mereka menjadi anggota masyarakat dan ingin merombak masyarakat bangsanya dari masyarakat yang lama dengan kesusastraannya yang statis menjadi masyarakat yang dinamis dengan kesusastraan yang dinamis pula.
Adapun persamaan antara kedua angkatan itu adalah sebagai berikut :
1.      Keduanya menentang sastra sebelumnya yang sudah merosot nilainya dan yang penuh dengan konvensi-konvensi pujangga baru menentang sastra melayu klasik yang dirasa statis dan beku, sedangkan angkatan 80 menentang sastra domine yang dirasa sangat lamban.
2.      Didalam usahanya mencari pengucapan yang baru,keduanya mencari contoh dari luar negeri. Pujangga baru mendapat pengaruh dari angkatan 80 sedangkan angkatan 80 mendapat pengaruh pula dari inggris  dan dari perancis.
D.    Pujangga Baru sebagai Aliran Kebudayaan.
1.      Pembentukan kebudayaan baru menurut Sutan Takdir Alisjahbana (STA)
STA benar-benar menyadari betapa pentingnya peranan nilai-nilai rohani dalam pembangunan kebudayaan yang akan datang.
2.      Pembentukan kebudayaan menurut Sanusi Pane
Sanusi Pane tidak setuju dengan pendapat STA . Ia berpendapat bahwa di dalam kebudayaan Indonesia yang baru itu dibentuk itu harus dipertemukan unsure-unsur kebudayaan timur.
3.      Pembentukan kebudayaan baru menurut Armijn Pane.
Menurutnya didalam membangun kebudayaan Indonesia yang baru itu kita bebas mengambil unsure-unsur kebudayaan yang mana saja, asal sesuai dengan garis pertumbuhan kebudayaan sendiri.
E.     Asas seni pada pujangga baru
Asas seni bertendesns maksudnya mencipta seni dengan suatu tujuan tertentu.
1.      Asas seni STA
STA sama sekali tidak menolak asas seni untuk seni karena ia menyadari bahwa seni untuk seni dapat menghasilkan karya seni yang tinggi nilainya.
2.      Asas seni Sanusi Pane
Sanusi Pane dalam  tulisannya mengarah pada asas seni untuk seni namun ia berpendapat seni bersifat otonom.
3.      Asas seni Armijn Pane
Dalam mencipatakn seni ia tidak semata-mata mengabdi pada keindahan, tetapi keindahan itu harus bermanfaat bagi masyarakat.
4.      Pendapat Y.E. Tatengkeng tentang Asas Seni
Ia kencenderungan pada asas seni untuk seni.
F.      Para pengarang pujangga baru
1.      Sutan Takdir Alisjahbana
2.      Amir Hamzah
3.      Sanusi Pane
4.      Armijn Pane
5.      Y.E. Tatengkeng
6.      Hamidah
7.      I Gusti Nyoman Putu Tisna
8.      Suman Hs.
G.    Para pengarang pujangga baru yang lain
1.      M.R. Dayoh (Dr.Hc. Marius Ramis Dayoh)
2.      Asmara Hadi
3.      A. Hasymy (M. Ali Hasyim)
4.      Sutomo Jauhari Arifin
          VII.            SASTRA PERIODE TAHUN ’30 DI LUAR PUJANGGA BARU
Sastra pujangga baru A.Teeuw membagi sastra Indonesia sebelum perang menjadi tiga golongan yaitu:
1.  Sastra hasil pujangga baru
2. Sastra penerbitan balai pustaka
3. Sastra berupa seri cerita-cerita roman.

A.    Roman Picisan
Adalah jenis bacaan jenis bacaan dalam bentuk buku-buku kecil yang berisi cerita roman atau novel yang umumnya termasuk dalam suatu seri dan yang dipandang dari penilaian sastra banyak mengandung kelemahannya.
B.     HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah)
Hamka sering menggunakan nama samaran : A.S. Hamid, Indra Maha, dan Abu Zaki.
       VIII.            SASTRA INDONESIA DI MASA JEPANG
A.    Situasi Sastra Indonesia di Masa Jepang
Sastra Indonesia di masa jepang berlangsung hanya  ± 3,5 tahun, waktu yang amat singkat bagi pertumbuhan suatu kebudayaan.
B.     Karakteristik Sastra di Masa Jepang
Pada dasarnya ada dua macam sastra pada waktu itu (1) sastra yang tersiar dan (2) sastra yang tersimpan.
Berdasarkan kenyataan diatas , karakterisasi sastra Indonesia di masa Jepang dapat dirangkum sebagai berikut :
1.      Umumnya sastra tersirat pada masa itu tidak terlepas dari unsure tendens, yaitu tendens membantu perang jepang bahkan sering unsure tendens itu begitu jelas sehingga berubah sifat menjadi propaganda . tendens demikian tambak pada dua novel yang terbit pada masa jepang  yaitu Palawija karangan Karim Halim dan Cinta Tanah Air karangan Nur Sutan Iskandar.
2.      Sastra tersiar yang tidak mengandung tendens, umumnya menyatakan maksud isinya dalam bentuk simbolik atau bersifat pelarian dari realitas kehidupan yang pahit misalnya “Dengar Keluhan Pohon Mangga” dan Timjaulah Dunia Sana”, keduanya karangan Maria Amin. Juga cerpan Bakri Siregar yang berjudul “Burung Balam” dan “Turunan”, dapat dipandang bersifat simbolik karena kedunya berlaku dalam dunia binatang. Pelarian ke tempat terpencil , misalnya tampak pada beberapa cerpen Bakri Siregar yang berjudul “Di Tepi Kawah” dan “Di Balik Bukit”, sedangkan pelarian kepada Tuhan tampak misalnya pada puisi-puisi Baharum Rangkuti.
3.      Sastra tersimpan umumnya berupa sastra kritik yang berisi kecaman dengan sindiran terhadap ketidakadilan yang terdapat dalam masyarakat. Dalam sejarah kehidupan suatu bangsa ternyata bahwa sastra kritik selalu timbul apabila tidak ada keserasiannya dalam tata keserasian dalam tata kehidupan bangsa itu : misalnya tidak ada kecocokan antara janji dan slogan-slogan dari penguasa dengan kenyataan yang sebenarnya perbedaan yang terlalu jauh antara si kaya dan si miskin , pembatasan dan penyelewengan  hakhak asasi manusia tindakan sewenang-wenang dari pihak penguasa dan sebagainya.
4.      Genre sastra yang dominan pada masa jepang yaitu bentuk puisi ,cerpen dan drama. Perkembangan yang mencolok diantara ketia bentuk itu dibandingkan masa-masa sebelumnya yaitu bentuk drama.dalam pertumbuahan dan perkembangan sastra Indonesia belum pernah terjadi kehidupan drama sesubur masa jepang.
C.     Pengarang dan hasil karyanya
1.      Rosihan Anwar
2.      Usmar Ismail
3.      Amal Hamzah
4.      El Hakim
5.      Chairil Anwar
6.      Idrus
7.      Bung Usman
8.      Penyair-penyair dimasa jepang
Penyair-penyair lain dimasa jepang yaitu M.S.Ashar, B.H. Lubis, Nursyamsu, Maria Amin, Anas, Makruf dan lain-lain.
9.      Pengarang-pengarang prosa yang lain
a.       Bakri Siregar, kumpulan cerpennya diterbitkan berjudul Jejak Langkah
b.      Karim Halim, novelnya yang terbit pada zaman Jepang berjudul Palawija.
c.       Nur Sutan Iskandar, nvelnya yang terbit pada zaman Jepang berjudul Cinta Tanah Air.





             IX.            SASTRA PERIODE TAHUN ‘45
Sastra periode tahun 1945 masa perkembangan sastra Indonesia dari tahun 1945 sampai sekitar tahun 1950. Periode 1945 dibedakan atas dua corak, yaitu :
1.      Angkatan 45 , dan
2.      Sastra diluar angkatan 45
Sastra di luar angkatan 45 meliputi kegiatan sastra para pengarang angkatan-angkatan sebelumnya yang tetap menulis pada sekitar 1945, seperti Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisjahbana dan lain-lain.
A.    Pengertian Angkatan 45 dan Sikap Pengarang terhadap Istilah Angkatan 45
1.      Angkatan 45 memiliki dua pengertian yaitu (1) pengertian dalam bidang polotik dan (2) pengertian dalam bidang sastra seni. Nama angkatan 45 sebenarnya baru terkenal mulai tahun 1949 pada waktu Rosihan Anwar untuk pertama kalinya melansir istilah Angkatan 45 dalam suatu uraiannya dalam Majalah Siasat tanggal 9 Januari 1949. Sebelum itu istilah-istilah yang dipakai bermacam-macam yaitu Angkatan Kemerdekaan, Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Sesudah Perang, Angkatan  Pembebasan, Generasi Gelanggang, Angkatan Bambu Runcing, dan sebagainya. Yang mempertegas kehadiran Angkatan 45 serta kedudukan penyair dan sastrawan pendukungnya ialah H.B. Jassin.
2.      Perbandingan dengan Pujangga Baru
·         Sastra pujangga baru terlalu retorik, yakni menekankan pentingnya persamaan bunyi, irama dan pembakuan bentuk ; sedang angkatan 45 lebih mengutamakan isi, bentuk, kepaduan bahasa dan pikiran,
Dengan memasukan kata-kata kasar dank keras, namun tepat dan berfungsi Angkatan 45 jelas menolak konsep bahasa nan indah ala Romantik Pujangga Baru.
·         Cakrawala pengaruh mereka cari bukan sebatas sastra Belanda yang dipelajai di sekolah-sekolah menengah tetapi lebih luas ke sastra-sastra dunia yang lain. Kesungguhan mempelajari sastra dunia ini didorong oleh keinginan hendak menyempurnakan diri dalam teknik dan isi kesusastraan. Kesusastraan dalam bahasa inggris menjadi bacaan utama , menggantikan kesusastraan dalam bahasa Belandayang menjai bacaan utama kaum Pujangga Baru.

3.      Sikap Para Pengarang terhadap Istilah Angkatan 45
Mochtar Lubis, Pramoedya Ananta Toer dan Sitor Situmorang termasuk pengarang yang menerima penggunaan istilah Angkatan 45, sedangkan Asrul Sani dan beberapa pengarang lagi termasuk yang keberatan terhadap istilah angkatan 45. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh mereka yang tidak setuju dengan istilah itu ialah sebagai berikut.
·         Tahun 1949 yaitu tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tidak sepenuhnya  berhubungan dengan hal-hal yang mulia dan yang baik , karena pada tahun itu juga terjadi pembunuhan dan penculikan pada kedua pihak yang bertempur. Dengan demikian penamaan angkatan dengan tahun 1945 dapat juga mengingatkan kita pada hal-hal yang keji dan kotor.
·         Angkatan tahun , yaitu 1945 adalah suatu kesatuan waktu yang  sangat singkat dan relative terlalu fana sehingga penamaan dengan tahun 1945 itu akan dengan cepat menimbulkan sifat kekolotan beberapa tahun kemudian.
Sebaliknya mereka yang setuju dengan istilah angkatan 1945 membantah alas an-alasan tersebut. Diantaranya :
·         Dikatakan bahwa dalam menilai sesuatu peristiwa kita harus dapat membedakan yang membedakan yang pokok dengan yang tidak. Pembunuhan dan penculikan adalah soal kecil jika dibandingkan dengan masalah perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan suatu bangsa. Kemerdekaan adalah syarat mutlak bagi perkembangan kebudayaan suatu bangsa , termasuk perkembangan angkatan dengan nama tahun 1945 tetap memiliki nilai luhur , tidak perlu harus dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang rendah.
·         Sebenarnya, tidak hanya penamaan yang menggunakan angka tahun yang mudah menimbulkan sifat kekolotan , tetapi penamaan akan menjadi bersifat kolot apabila sudah timbul angkatan atau generasi yang baru.
B.     Perbedaan Angkatan 45 dengan Angkatan Pujangga Baru.
1.      Pendapat A. Teeuw
Teeuw berpendapat bahwa perbedaan asasi antara Angkatan 45 dengan Pujangga Baru dan perbedssn itu berupa sifat Universal yang terdapat pada Angkatan 45. Dikatakan bahwa “Mereka adala manusia internasional yang  modern dan mereka memperlihatkan yang demikian itu dalam rupa Indonesianya, tetapi hal ini soal kedua” (1953:172).
2.      Pendapat H.B. Jassin
Menurut Jassin , perbedaan antara Pujangga Baru dengan Angkatan 45 terutama terletak dalam dua hal, yaitu :


·         Gaya
Perbedaan pandangan hidup, mereka memiliki persamaan dalam gaya,yaitu ekspresi yang mendarah daging. Gaya ekspresi bersifat lontaran pernyataan jiwa yang serta merta.
·         Konsepsi
Angkatan 45 memiliki konsepsi yang jelas, yaitu humanisme universal. Konsepsi ini memandang manusia dalam wujud hakikatnya, memandang manusia atas dasar sifat-sifatnya yang umum,tanpa membedakan jenis kelamin, usia, dan sebagainya. Konsepsi ini jelas sekali tercantum pada pernyataan mereka yang bernama Surat Kepercayaan Gelanggang.
3.      Pendapat dan Keterangan dari beberapa Pengarang Angkatan 45 tentang Pujangga Baru
1)      Rivai Apin
Berpendapat bahwa Pujanga Baru dalam memandang alam mudah berteriak pura-pura dengan kata seru. Rivai memandang alam itu sebagai sesuatu yang diterimanya seperti menerima adanya dirinya sendiri.
2)      Asrul Sani
Pujangga Baru mencoba memperoleh keindahan karangan dengan segala bunga kata dan terlalu banyak menggunakan beelspraak (kata perbandingan)
3)      Sitor Situmorang
Berpedapat “pandangan dan tenaga mencipta kebudayaan Pujangga Baru terikat pada zamannya, zaman sebelum Perang Dunia II di zaman penjajahan dengan zat-zat penjajah.
4.      Pendapat dan Keterangan dari Pengarang Pujangga Baru
Armijn Pane mengaggap bahwa antarakeduanya tidak ada perbedaan asasi. Sutan Takdir Alisjahbana menentang keras suatu anggapan , bahwa antara kedua angkatan itu ada perbedaan yang tajam. Sikap STA ini dibuktikan dengan usahanya menerbitkan kembali majalah Pujangga Baru pada tahun 1948 dan pada tahun 1954 berhenti terbit selama-lamanya. Jassin memberikan pendapat bahwa antara Angkatan Pujangga Baru dan Angkatan 45 sesungguhnya tidak ada pertentangan haya ada perbedaan itu sangat nyata beralasan perlainan rasa hidup.
5.      Perbedaan–perbedaan konsep seni Angkatan 45
·         Chairil Anwar : dalam surat kepercayaan gelanggang itu tidak terdapat konsep Chairil Anwar tentang tenaga hidup (vitalitas) yang harus ada pada setiap karya seni. Juga intensitas pandangan yang tidak puas hanya dengan melihat foto biasa, tetapi harus menembus kulit dan tulang. Inti , hakikat dan makna yang sebenarnya itulah yang dipentingkan dalam karya seni dan bukan hanya yang terlihat di permukaan.
·         Mochtar Lubis : bagi kita dalam perkataan human dignity itu tersimpul semua yang hendak kita perjuangkan.
·         Asrul Sani : yang penting ialah tidak menyerah kalah. Tidak akan terdapat hasil yang mengagumkan tanpa kesunyian. Mereka yang tidak mau mengalah akan makin merasa sunyi. Kita hidup diatas tanah gersang dimana setiap  nilai yang kita taburkan tidak tumbuh sebagai pepohonan yang kita kehendaki, tetapi sebagai semak belukar inipun kalau ia mau tumbuh. Didasar segalanya itu hanya kejujuran dan kejujuran ini di dunia tidak dapat tiada akan membawa kesunyian.
·         Pramoedya Ananta Toer : mengapa kita harus mati seorang diri, lahir seorang diri pula?
C.     Surat Kepercayaan Gelanggang
Surat Kepercayaan Gelanggang merupakan sikap dan pendirian Angkatan 45, walaupun pernyataan itu dibuat pada tanggal 18 Februari 1950 dan baru disiarkan dalam majalah Siasat pimpinan Rosihan Anwar pada tanggal 22 Oktober 1950. Setahun sesudah Chairil Anwar meninggal ( 28 April 1949 )
Surat Kepercayaan Gelanggang adalah pernyataan sikap perkumpulan “Gelanggang Seniman Merdeka”, suatu perkumpulan yang didirikan pada tahun 1947 yang didalamnya selain ada pengarang , juga berkumpul pelukis-pelukis musikus  dan seniman lain.
Isi selengkapnya Surat Gelanggang
Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur baur dari mana dunia-dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.
Keindonesiaan kami semata-mata karena kulit kami sawo matang, rambut kami yang hitam atau tulang pelipis kami yang menjorok kedepan, tapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati pikiran kami. Kami tidak memberikan sesuatu kata-ikatan untuk kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat kepada melaplap hasil kebudayaan lama samapi berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia ditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai ransangan suara yang disebabkan oleh suara-suara yang dilontarkan dari segala sudut dunia dan yang kemudian dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang segala usaha-usaha yang mempersempit dan menghalangi tidak betulnya pemeriksaan ukuran nilai.
Revolusi bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yang harus dihancurkan. Demikian kami berpendapat, bahwa revolusi ditanah air kami sendiri belum selesai.
Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu asli, yang pokok ditemui itu ialah manusia. Dalam cara mencari,membahas, dan menelaah kami membawa sifat sendiri.
Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masyarakat) adalah penghargaan orang-orang yang mengetahui adanya saling pengaruh antara masyarakat dan seniman.

                                                                                    Jakarta, 18 Februari 1950

Isi pokok Surat Kepercayaan Gelanggang tersebut adalah :
1)      Angkatan 45 memandang dirinya sebagai ahli waris kebudayaan dunia dan akan diteruskan kebudayaan itu menurut cara mereka sendiri.
2)      Keindonesiaan mereka hanya dapat dikenal dari wujud pernyataan hati dan pikiran mereka, bukan dari bentuk-bentuk lahirnya.
3)      Kebudayaan Indonesia Baru tidak semata-mata berdasarkan kebudayaan Indonesia lama, tetapi ditetapkan dari ramuan hasil kebudayaan yang datang dari segenap penjuru dunia, yang kemudian dilontarkan kembali dalam wujud ciptaan menurut kehendak mereka.
4)      Revolusi bagi mereka adalah penempatan nilai-nilai baru diatas nilai-nilai lama yang sudah usang yang harus dihancurkan.
5)      Mereka berpendapat bahwa antara masyarakat dan seniman terjadi saling memengaruhi.
Boleh jadi benar pendapat Maman S. Mahayana dalam artikel “Di Balik Surat Kepercayaan Gelanggang” (Mahayana, 2005:452-456) bahwa publikasi Surat Kepercayaan Gelanggang itu dimaksudkan sebagai reaksi terhadap publikasi Mukadimah Lekra yang dicetuskan pada 17 Agustus 1950. Kemungkinan itu dapat dipahami berdasarkan perbedaan ideologi atau dasar pijakannya. Surat Kepercayaan Gelanggang berpijak pada humanism universal atau kemanusiaan sejagat, sedangkan Lekra secara tegas hendak melaksanakan realisme sosialis yang bersumber pada komunisme.
Tujuan perkumpulan Gelanggang Seniman Merdeka adalah mempertanggung jawabkan penjadian bangsa, mempertahankan dan mempersubur cita-cita yang lahir dari pergolakan pikiran dan roh, serta memasukan cita-cita dan dasar itu dalam segala kegiatan. Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia kesadaan itu dipertegas lagi dan disiarkan dalam Siasat tanggal 22 Oktober 1950.
D.    Para Pengarang Angkatan 45
1.      Chairil Anwar
Chairil Anwar telah menghasilkan 94 tulisan , yang terdiri atas 70 puisi asli, 4 puisi saduran , 10 puisi terjemahan, 6 prosa asli, dan prosa terjemahan.
a)      Vitalitas Chairil Anwar
Vitalitas berarti kemampuan hidup penuh dengan semangat. Seorang vitalis berarti seorang yang memiliki semangat atau nafsu hidup yang meluap-luap. Vitalitas Chairil Anwar merupakan semangat hidup yang berusaha hendak mengisi eksistensi hidup ini dengan sepenuh-penuhnya dan mempertanggungjawabkan hidup dengan penuh kesadaran.
b)      Individualisme Chairil Anwar
Individualisme Chairil Anwar bukan individualism yang egoistis atau uber mens melainkan berpangkal pada sikap hidup yang eksistensialitis.
c)      Pandangan Chairil Anwar tentang Ilham dan Keindahan
Menurut Chairil seni adalah harmoni antara ilham dan pikiran. Tetang keindahan, Chairil berpendapat bahwa keindahan harus berpangkal pada vitalitas, pada hidup dan nafsu hidup.
d)     Masalah bentuk dan isi
Jadi yang penting menurut Chairil “si seniman dengan caranya menyatakan harus memastikan tentang tenaga perasaan-perasaan”, yang dengan bahan bahasa yang ipakai secara intutif.
2.      Asrul Sani
Asrul Sani adalah seorang penyair Angkatan 45 yang berusaha menghindari masalah angkatan dan tidak setuju dengan semboyang-semboyang yang sering digunakan oleh pengarang Angkatan 45 yang lain. Asrul Sani yang dilahirkan di Sumatra Barat, 10 Juni 1926, adalah seorang dokter hewan yang dalam dunia sastra bergerak dalam berbagai bidang. Ia banyak menulis esai, cerpen,puisi,kritik,terjemahan juga menyutradarai drama dan membuat film.
3.      Rivai Apin
Lahir pada tanggal 30 Agustus 1927 di Padangpanjang itu telah banyak menulis puisi sejak masih di sekolah menengah. Ia bergerak dalam bidang lain yang cukup banyak : menulis cerpen, esai,kritik, terjemahan, dan scenario film. Rivai Apin terkenal sebagai seorang nihilis emosional.
4.      Idrus
Idrus sering disebut sebagai pelopor Angkatan 45 di bidang prosa. Idrus menulis novel Perempuan dan Kebangsaan. Cerpen Idrus yang pernah dimuat dalam majalah “Riwayat Jatuhnya Seorang Walikota”. Dua bukunya yang terbit di Kuala Lumpur yaitu Dengan Mata Terbuka (1961), kumpulan cerpen Hati Nurani Manusia (1963). Idrus lahir di Padang 21 September 1921. Kumpulan karangannya berjudul Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma ; Aki (novel) dan Perempuan Kebangsaan (novel), drama Keluarga Surono (1948), esai Angkatan 66 dan cerpen-cerpennya.
5.      Paramoedya Ananta Toer
Lahir di Blora 2 Februari 1925. Karangan yang pertama-tama diterbitkan berjudul Kranji dan Bekasi Jatuh (1947), cerpen Blora, novel Perburuan (1950), kumpulan cerpen Subuh, kumpulan cerpen Cerita dari Blora (1952), Dia yang Menyerah, Hadiah Kawin, dan Anak Haram, Percikan Revolusi (1950),kumpulan cerpen  Di Tepi Kali Bekasi (1950), Mereka yang dilumpuhkan, Bukan Pasar Malam (1951) dan masih banyak yang lainnya.
6.      Mochtar Lubis
Lahir di Padang 7 Maret 1922. Ia lebih dikenal sebagai wartawan surat kabar yang dipimpinnya bernama Indonesia Raya namun akhirnya dilarang terbit. Ia juga menulis buku berjudul Perlawatan ke Amerika Serikat (1951), Perkenalan di Asia Tenggara (1951), Catatan Korea (1951), dan Indonesia (1955), kumpulan cerpen Si Jamal (1950), Perempuan (1956), Kebun Pohon Kastanye, novel singkat Tidak Ada Esok dan Jalan Tak Ada Ujung
7.      Sitor Situmorang
Lahir di Harianboho, Tapanuli 21 Oktober 1924, ia bergerak dibidang sastra pada tahun 1949. Kumpulan puisi Sitor yang pertama berjudul Surat Kertas Hijau (1954). Dari 33 puisi yang terdapat di dalamnya ada 6 puisi berbentuk sonata. Kumpulan puisi kedua berjudul Dalam Sajak (1955), kumpulan puisi yang ketiga berjudul Wajah Tak Bernama (1956). Kumpulan cerpen yang pertama berjudul Pertempuran dan Salju di Paris (1956), kumpulan cerpen yang kedua berjudul Pangeran (1963). Kumpulan esainya yang terbit pada 1975 berjudul Sastra Revolusioner. Kumpulan drama yang berjudul Jalan Mutiara (1954).
8.      Achdiat Karta Mihardja
Ia dilahirkan pada tanggal 6 Maret 1911 di Cibatu Jawa Barat. Namanya dikenal sesudah ia menerbitkan novel berjudul  Atheis terbit pada tahun 1949.
E.     Pengarang-Pengarang Angkatan 45 yang Lain
1.      Utuy Tatang Sontani
Novelnya antara lain Tambera, bebrapa karangan dramanya antara lain Bunga Rumah Makan (1948),  Awal dan Mira (1951), dan masih banyak yang lainnya.
2.      Trisno Sumarjo
Ia pernah menerbitkan majalah Seniman (1947) di Sala bersama dengan pelukis S. Sudjono. Beberapa karyanya antara lain Daun kering (1963) kumpulan cerpen, Wajah-Wajah yang Berubah (1968) kumpulan cerpen, Keranda Ibu (1963), Kata Hati dan Perbuatan (1952)dan masih banyak lagi.
3.      Aoh K. Hadimadja
Lahir di Bandung  15 September 1911, ia sering menggunakan nama samara Karlan Hadi. Karangan-karangannya ada Zahra (1962), Pecahan Ratna, Di bawah Kaki Kebesaranmu, Lakbok dan masih banyak yang lainnya
4.      M. Balfas
Ia lahir tanggal 25 Desember 1922 di Jakarta dan terkenal sebagai pengarang prosa, kumpulan cerpennya yang diterbitkan berjudul Lingkaran-Lingkaran Retak (1952).
5.      Rusman Sutiasumarga
Ia lahir di Subang 5 Juli 1917. Kumpulan cerpennya yang berjudul Yang Terempas dan Yang Terkandas, Korban Romantik (1964), dan Kalung (1964).
6.      Mh. Rustandi Kartakusuma
Ia lahir tanggal 21 Juli 1921 di Ciamis karangannya berupa drama, puisi, cerpen, terutama esai. Prabu dan Puteri (1950), Rekaman dari Tujuh Daerah (1951), Merah Semua Putih Semua (1961).
7.      M. Ali
Ia sering dijuluki sebagai pengarang Lapar karena sebuah drama radionya yang terkenal berjudul “Lapar”. Ia menulis novel yaitu 5 Tragedi (19540, Siksa dan Bayangan (1955), dan lain sebagainya